Jakarta, CNN Indonesia —
Iran buka suara usai Presiden Amerika Serikat Donald Trump disebut memberi waktu dua bulan untuk mencapai kesepakatan nuklir baru.
Tenggat waktu itu disampaikan Trump dalam sebuah surat yang ditujukan untuk pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi menyebut surat tersebut merupakan ancaman.
“Surat Trump lebih merupakan ancaman, tapi juga mengeklaim punya peluang,” kata Araghchi pada Rabu (20/3), dikutip AFP.
Dia lalu mengatakan Iran memperhatikan semua poin yang ada dalam surat tersebut dan akan mempertimbangkan ancaman dan peluang sebagai tanggapan.
“Ada peluang di balik setiap ancaman,” imbuh Araghchi.
Araghchi juga menyebut Iran akan menanggapi Trump dalam beberapa hari mendatang melalui saluran yang tepat.
Selain itu, dia kembali menegaskan Iran menolak segala negosiasi langsung selama AS memberi “tekanan, ancaman, dan sanksi.”
Di periode pemerintahan Trump, AS menarik diri dari kesepakatan nuklir 2015 antara Iran dan negara-negara besar terkait pembatasan nuklir Teheran dengan imbalan keringanan sanksi.
Usai menarik diri, AS menerapkan kembali sanksi. Iran juga melanggar kesepakatan dan pengembangan program nuklir mereka melampaui batasan.
Negara-negara Barat menuduh Iran berupaya membuat senjata nuklir dengan memperkaya uranium hingga tingkat kemurnian 60 persen. Angka ini menurut mereka lebih tinggi dari batas yang bisa dibenarkan untuk program sipil.
Iran berulang kali menegaskan program nuklir mereka untuk tujuan damai bukan kepentingan militer.
Pernyataan Menlu itu muncul usai Trump memberi Iran batas waktu dua bulan untuk mencapai kesepakatan nuklir atau menghadapi sanksi yang lebih ketat dari AS.
(isa/dna)