Bisnis.com, JAKARTA – Pasar dibuat berguncang oleh keputusan Presiden Prabowo Subianto yang mengganti posisi menteri keuangan Sri Mulyani Indrawati kepada Purbaya Yudhi Sadewa.
Head of Equity Research Kiwoom Sekuritas Liza Camelia Suryanata mencatat kondisi pasar per Selasa, 9 September 2025, credit default swap (CDS) 5 tahun Indonesia naik ke sekitar 71–73 basis poin (bps) dari kisaran 66–70 bps di pekan lalu.
Seiring dengan meningkatnya, persepsi risiko terhadap pasar keuangan Indonesia yang ditunjukkan dari lonjakan CDS tersebut, yield Surat Utang Negara (SUN) 10 tahun bergerak naik di kisaran 6,45% hingga 6,47%.
Sementara di pasar saham, indeks harga saham gabungan (IHSG) ambles 1,78% ke 7.628, seiring dengan net sell asing sebesar Rp4,54 triliun. Secara year to date atau sejak awal tahun, net sell asing membesar di Rp60,20 triliun.
“Pergeseran ini muncul tepat setelah Presiden Prabowo mencopot Sri Mulyani dan menunjuk Purbaya Yudhi Sadewa sebagai Menkeu, yang membuat pasar berhati-hati terhadap disiplin fiskal ke depan,” kata Liza kepada Bisnis, Selasa (9/9/2025).
Liza berujar, jika net sell ini berlanjut, tekanan biasanya paling terasa di saham-saham sektor perbankan berkapitalisasi besar, atau saham sektor konstruksi yang sensitif pada biaya modal dan sentimen makro.
Sebaliknya, di situasi ini saham-saham yang cenderung lebih defensif meliputi sektor telekomunikasi, barang kebutuhan pokok, hingga saham dari emiten yang berpendapatan mata uang dolar AS.
Dalam kondisi ini, Liza menyarankan fokus pada emiten dengan neraca keuangan yang kuat, arus kas operasi positif, dan eksposur recurring atau perusahaan yang memiliki porsi pendapatan bersumber dari bisnis inti yang berulang seperti penyewaan. Liza juga menyarankan untuk menghindari saham-saham dari emiten yang butuh pendanaan eksternal besar, setidaknya sampai sinyal fiskal lebih jelas.
“Sisi positifnya, beberapa manajer global tetap melihat durasi panjang SBN Indonesia menarik sehingga stabilisasi di pasar obligasi dapat meredam volatilitas ekuitas,” ujarnya.
Sementara bagi pasar obligasi, kenaikan CDS dan yield SBN menyiratkan bahwa premi risiko Indonesia melebar relatif terhadap sejumlah negara emerging market Asia lainnya. Kondisi ini membuat cost of capital naik dan sebagian investor global bisa menahan alokasi mereka untuk masuk.
Meski begitu, Liza melihat ada dua penyangga capital outflow tidak semakin deras. Pertama, kepemilikan asing di SBN saat ini sudah tidak setinggi dulu sehingga potensi outflow teknikal lebih terbatas.
Kedua, Bank Indonesia (BI) punya amunisi intervensi yang memadai serta telah menunjukkan kesediaan menstabilkan pasar. Seperti diketahui, BI dan Kementerian Keuangan telah sepakat melakukan burden sharing, alias berbagi beban atas bunga pembelian SBN untuk pembiayaan program Asta Cita Presiden Prabowo.
Menanti Taji Purbaya
Sebagai Menteri Keuangan yang baru, Purbaya dinilai perlu secepatnya memberi rambu disiplin fiskal yang kredibel. Liza merinci, rambu-rambu ini berkaitan dengan strategi menjaga defisit APBN, komitmen menjaga batas defisit hingga prioritas belanja negara. Dengan begitu, jarak persepsi risiko pasar keuangan Indonesia dengan negara berkembang lainnya bisa dipersempit.
“Sampai itu terjadi, Indonesia berpotensi trade at a discount terhadap emerging market Asia yang persepsi fiskalnya lebih ajeg,” pungkasnya.
Sementara itu, Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P. Sasmita menilai jika guncangan pasar yang terjadi pasca reshuffle Menkeu ini berubah menjadi tren berkepanjangan, akan membawa dampak buruk bagi kesehatan kas negara.
“Karena itu, pemerintah, terutama Menkeu yang baru, harus segera memperlihatkan rencana strategis fiskal yang jelas dan terukur kepada publik, agar para pelaku pasar juga segera menangkap sinyal positif dari pemerintah bahwa perubahan beberapa posisi menteri tidak akan mengubah visi fiskal pemerintah ke arah yang berbahaya,” ujar Ronny.
Ronny menilai, peningkatan CDS yang signifikan dalam beberapa hari terakhir akan menarik perhatian para investor dan menyalakan rambu kuning pertanda tingkat ketidakpastian di Indonesia dipersepsikan meningkat.
Jika pemerintah tidak mampu meredam kekhawatiran pasar dan CDS gagal ditekan, Ronny khawatir ke depannya yield SBN mau tak mau harus dibanderol dengan baseline angka CDS tersebut agar tetap bisa membuat para investor tertarik. Bila ini terjadi, beban bunga yang akan ditanggung APBN akan semakin tinggi.
Nilai Tukar Tergeret
Capital outflow yang terjadi di pasar keuangan dan pasar saham diikuti dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Hari ini, Selasa (9/9/2025), mata uang rupiah terhadap dolar AS terdepresiasi 1,05% atau 172 poin ke Rp16.481,50 di saat indeks dolar AS menguat 0,03% ke 97,48.
Pelemahan nilai tukar rupiah ini menjadi salah satu yang terdalam dibanding nilai tukar negara Asia lainnya. Misalnya, won Korea Selatan terhadap dolar AS hari ini hanya melemah 0,14%, peso Philipina melemah 0,50%, dan baht Thailand cuma melemah 0,06%.
Bahkan, di saat yang sama yen Jepang terhadap dolar AS menguat 0,35%, dolar Hongkong menguat 0,03%, dolar Singapura menguat 0,06%, dolar Taiwan menguat 0,39%, rupe India menguat 0,13%, yuan China menguat 0,04%, hingga ringgit Malaysia menguat 0,19% terhadap dolar AS.
Pengamat mata uang dan komoditas, Ibrahim Assuaibi menilai kondisi pasar saat ini memang bersifat sementara. Meski sementara, dia menilai Purbaya tetap harus segera menenangkan pasar.
“Apa yang dilakukan Menteri Keuangan yang baru adalah harus membuat komitmen terhadap pasar agar pasar kembali stabil. Karena di kondisi saat ini, carut marut perekonomian luar biasa. Ini tugas paling penting Menteri Keuangan yang baru untuk menyelesaikan apa yang sudah dilakukan oleh mantan Menkeu sebelumnya,” kata Ibrahim.
Ibrahim melihat sosok Sri Mulyani adalah sosok yang bisa menenangkan pasar. Kredibilitasnya sebagai Menteri Keuangan yang telah menjabat selama tiga periode kepresidenan sejak SBY dirasa bisa memberi rasa aman pada investor. Apalagi, Sri Mulyani juga malang melintang mengisi jabatan penting di lembaga-lembaga keuangan global.
“Pada saat Sri Mulyani menggelontorkan lelang obligasi, terus juga melakukan konsinyasi dengan Bank Indonesia, ya [investor] asing pun percaya terhadap integritasnya. Nah, menteri yang baru harus seperti itu, bila perlu lebih baik dari Sri Mulyani,” pungkasnya.

