KETUA Umum Komnas Pengendalian Tembakau Hasbullah Thabrany menilai pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang menganggap cukai rokok 57 persen sangat tinggi adalah hal yang salah. Hasbullah mengatakan pandangan itu berpotensi mendorong penyelengggara negara memutuskan tidak akan menaikkan cukai rokok dan bahkan menurunkannya.
Hasbullah mengatakan pandangan itu juga akan mengancam upaya pengendalian konsumsi rokok yang merupakan faktor risiko utama penyakit-penyakit mematikan, yang akhirnya juga turut mengancam kondisi ekonomi makro Indonesia.
“Cukai diperlukan agar anak-anak tidak kecanduan. Sebanyak dua ratus ribu lebih rakyat Indonesia meninggal karena rokok setiap tahunnya, sehingga perlu kita tekan dengan cukai yang tinggi,” katanya melalui keterangan tertulis pada Senin, 22 September 2025.
Komnas Pengendalian Tembakau mencatat besaran cukai rokok 57 persen adalah ketetapan maksimal sesuai Undang-Undang Cukai yang berlaku saat ini. Sayangnya, kata Hasbullah, angka 57 persen itu masih kurang jika dibanding negara-negara lain.
Cukai rokok di negara tetangga seperti Singapura mencapai 67,5 persen, sementara Australia sebesar 72 persen. Ini membuat harga rata-rata rokok di Singapura mencapai Rp170.000 dan di Australia Rp400.000 per bungkus.
Angka itu jauh di atas harga eceran per bungkus rokok di Indonesia yang paling tinggi sekitar Rp 40 ribuan saja. “Maka cukai rokok harus dinaikkan lagi, bukan diturunkan. Kebijakan publik bukan kebijakan dagang,” kata Hasbullah.
Purbaya mempertanyakan tarif cukai rokok saat ini tembus 57 persen. Ia menilai ada kebijakan yang aneh soal cukai rokok. Ucapannya itu disampaikan pada media briefing di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Jumat, 19 September 2025.
“Ada cara mengambil kebijakan yang agak aneh untuk saya. Saya tanya, ‘Cukai rokok gimana? Sekarang berapa rata-rata?’ ‘Lima puluh tujuh persen.” ‘Wah, tinggi amat. Firaun lu!’ Kira-kira gitu, banyak banget ini,” kata Purbaya.
Kementerian Keuangan masih mengkaji dan belum menetapkan tarif cukai hasil tembakau atau cukai rokok pada 2026. “Masih dikaji, masih belum (diputuskan). Kan masih ada waktu ya,” kata Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Kamis, 18 September 2025, dikutip Antara.
Kementerian Keuangan belum merinci detail tarif komponen cukai. Namun, pemerintah dan DPR sepakat mengubah target penerimaan kepabeanan dan cukai tahun depan. Adapun untuk detail tarif cukai tahun depan, Anggito Abimanyu menyebut masih akan mengevaluasi perkembangan tahun ini.
Pada Rapat Kerja Badan Anggaran (Banggar) DPR, penerimaan kepabeanan dan cukai pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 dikerek naik menjadi Rp 336 triliun dari sebelumnya senilai Rp 334,3 triliun.

