Monday, August 11, 2025
Google search engine
HomeHiburanMengenal 5 Puisi Terkenal Karya Sapardi Djoko Damono

Mengenal 5 Puisi Terkenal Karya Sapardi Djoko Damono

TEMPO.CO, Jakarta – Pada Ahad, 19 Juli 2020, menjadi hari duka bagi dunia sastra Indonesia. Sapardi Djoko Damono, penyair kenamaan yang telah menjadi ikon sastra tanah air, meninggal dunia pada usia 80 tahun. Kepergian sosok yang dikenal lewat karya legendaris seperti Hujan Bulan Juni ini meninggalkan luka mendalam bagi para pencinta sastra.

Bukan hanya kehilangan bagi keluarga, wafatnya Sapardi juga menjadi duka bagi bangsa yang telah menikmati keindahan bahasa dan kedalaman makna dalam setiap puisinya.

Sejak masa sekolah, Sapardi telah menunjukkan kegigihannya dalam menulis. Karya-karyanya mulai dikirimkan dan dimuat di berbagai majalah, hingga akhirnya ia berhasil menerbitkan 38 karya sastra yang tersebar luas di seluruh Indonesia.

BACA JUGA:   Pilgub Sulsel, Petahana & Penantang Saling Debat Angka Kemiskinan

Puisi-puisi Sapardi telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, termasuk beberapa bahasa daerah. Selain dikenal sebagai penyair, ia juga menulis cerita pendek, menerjemahkan karya-karya penulis luar negeri, menulis esai, dan rutin mengisi kolom di surat kabar, termasuk artikel bertema olahraga seperti sepak bola.

Puisi-puisi Sapardi Djoko Damono

1. Aku Ingin

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana,
dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu.

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana,
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada.

Aku Ingin merupakan salah satu puisi yang ada di dalam buku Hujan Bulan Juni. Kata-katanya begitu romantis dan mengisyaratkan arti sebuah pengorbanan.

BACA JUGA:   Deddy Corbuzier Malu Ajak Ammar Zoni Podcast Sebelum Narkoba Lagi: Lo Tuh Pembohong

2. Sajak-sajak Kecil Tentang Cinta

Mencintai angin harus menjadi siut

Mencintai air harus menjadi ricik

Mencintai gunung harus menjadi terjal

Mencintai api harus menjadi jilat

Mencintai cakrawala harus menebas jarak

Mencintaimu harus menjadi aku

Dirahasiakannya rintik rindunya

Kepada pohon berbunga itu.

Dihapuskannya jejak-jejak kakinya

Yang ragu-ragu di jalan itu.

Dibiarkannya yang tak terucapkan

Diserap akar pohon bunga itu.

Beribu saat dalam kenangan

Kita dengarkan bumi menerima tanpa mengaduh

Kita dengar bumi yang tua dalam setia

Sewaktu bayang-bayang kita memanjang

Kita pun bisu tersekat dalam pesona

Sewaktu ia pun memanggil-manggil

Sewaktu Kata membuat kita begitu terpencil

Air matamu adalah air mataku

Hingga ke akhir tirai hidupmu

Bagaimana bisa aku terokai perjalanan hidup ini

Berbekalkan sejuta dukamu

Mengiringi setiap langkahku

Karena dukamu adalah dukaku

Meruntuhkan segala penjara rasa

Membebaskan aku dari derita ini

Dukamu menjadi sejarah silam

Dasarnya ‘ku jadikan asas

Membangunkan semangat baru

Biar dukamu itu adalah dukaku

Tidakanku biarkan ia menjadi pemusnahku!

Dini Diah dan Ni Kadek Trisna Cintya Dewi berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Source link

BACA JUGA:   Operation Undead, Kisah Zombie Thailand dengan Gaya Berbeda
BERITA TERKAIT

BERITA POPULER