TEMPO.CO, Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) tidak menerima gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Pembacaan putusan digelar di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Kamis, 17 Juli 2025.
Ada dua gugatan terhadap UU tersebut yang tak diterima MK. Gugatan pertama bernomor 21/PUU-XXIII/2025 diajukan oleh Juhaidy Rizaldy Roringkon. Gugatan berikutnya adalah permohonan nomor 35/PUU-XXIII/2025 yang diajukan Vito Jordan Ompusunggu dan kawan-kawan.
Dalam gugatan pertama, pemohon meminta MK melarang menteri dan wakil menteri rangkap jabatan sebagai komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun perusahaan swasta. MK memutuskan tidak menerima permohonan ini karena pemohon meninggal dunia pada 22 Juni 2025.
Wakil Ketua MK Saldi Isra mengatakan, apabila permohonan dikabulkan, maka anggapan hak konstitusional yang dialami Pemohon tidak lagi terjadi atau tidak lagi akan terjadi. “Karena Pemohon telah meninggal dunia, maka seluruh syarat anggapan kerugian konstitusional yang didalilkan Pemohon dalam menjelaskan kedudukan hukum yang bersifat kumulatif tidak terpenuhi oleh Pemohon,” katanya saat membacakan amar putusan dipantau melalui siaran YouTube.
Permohonan nomor 35/PUU-XXIII/2025 yang diajukan Vito Jordan Ompusunggu juga tidak diterima oleh MK. Pemohon, dalam gugatanya meminta MK melarang menteri rangkap jabatan sebagai pengurus partai politik. MK tak menerima gugatan tersebut karena pemohon tidak dapat menunjukkan hubungan Pasal 23 huruf c UU Kementerian Negara yang digugat dengan kerugian hak konstitusional mereka.
MK menilai anggapan kerugian hak konstitusional pemohon tidak jelas. Menurut MK, pemohon juga tidak terdampak langsung aturan itu karena tidak terafiliasi dengan partai politik mana pun.
Selain Vito, pemohon lain dalam Perkara Nomor 35/PUU-XXIII/2025 adalah Stanley Vira Winata, Kaka Effelyn Melati Sukma, dan Keanu Leandro Pandya Rasyah dari Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia. Tim kuasa hukum mereka adalah Abu Rizal Biladina, Hafsha Hafizha Rahma, dan Jhonas Nikson. Rizal dan Hafsha merupakan mahasiswa aktif FHUI. Sedangkan Jhonas baru lulus dari FHUI.
Gugatan terhadap Pasal 23 huruf c UU tersebut dimohonkan karena dianggap melanggar hak konstitusional pemohon dengan banyaknya menteri yang merangkap pengurus partai politik.
Dalam dokumen gugatan yang sebelumnya dilihat Tempo, pemohon melihat kondisi status quo yang sekarang sudah tidak ada checks and balances. Sehingga perlu diperbaiki dari struktur hukum tata negara dimulai dari menteri tidak boleh merangkap jabatan sebagai pengurus parpol.
Pasal 23 huruf c beleid tersebut menegaskan bahwa menteri dilarang merangkap jabatan sebagai pimpinan organisasi yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).