Korea Selatan belakangan ini menuai sorotan usai mengalami peristiwa politik paling dramatis lantaran Presiden Yoon Suk Yeol mengumumkan darurat militer pada 3 Desember lalu.
Meski begitu, status darurat militer ini hanya bertahan enam jam karena parlemen mengeluarkan resolusi penolakan terhadap darurat militer. Meski berakhir, kemarahan publik Korsel belakangan ini memuncak dan desakan Yoon mundur makin mengemuka.
Berikut beberapa fakta terkini terkait dinamika politik di Negeri Gingseng itu usai Presiden Yoon mencabut darurat militer.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yoon membela diri
Presiden Yoon menganggap keputusannya menerapkan darurat militer sebagai bentuk membela negara. Ia juga membantah pengerahan personel militer ke Majelis Nasional saat darurat militer merupakan bentuk pemberontakan.
Dalam pidato yang disiarkan ke publik pada Kamis (12/12), Yoon menegaskan ia menggunakan wewenang presidennya untuk mendeklarasikan darurat militer “demi melindungi negara dan menormalkan urusan pemerintahan”.
Yoon berdalih darurat militer perlu diterapkan demi melindungi negara dari oposisi yang diklaimnya ingin melumpuhkan pemerintahan. Menurutnya, menerapkan darurat militer adalah “penilaian politik yang sangat terukur.”
Sebab, saat itu, parlemen atau Majelis Nasional yang saat ini dikuasai partai oposisi pemerintah telah mengesahkan pemangkasan anggaran pemerintah untuk tahun depan dan melangsungkan mosi pemakzulan terhadap kepala auditor negara dan jaksa.
“Majelis Nasional, yang didominasi oleh partai oposisi besar, telah menjadi monster yang menghancurkan tatanan konstitusional demokrasi bebas,” tegas Yoon dalam pidatonya seperti dikutip kantor berita Korsel, Yonhap.
Darurat militer diduga karena spionase China
Presiden Yoon membenarkan darurat militer sebagai cara melindungi negara dengan menyebut warga China menjadi mata-mata.
“Kelompok besar partai oposisi kini bahkan mengancam keamanan nasional dan keselamatan social,” kata Yoon, dikutip Korea Herald.
Oposisi itu adalah Partai Demokratik yang menguasai parlemen. Yoon dan anggota legislatif ini kerap menemui jalan buntu soal agenda pemerintahan.
Dia lalu mengatakan warga China ini merekam instalasi militer Korsel. Foto-foto itu ditemukan di ponsel dan laptop tiga warga China tersebut.
“Misalnya, tiga warga negara China tertangkap menerbangkan pesawat tak berawak dan memfilmkan kapal induk Amerika Serikat yang berlabuh di Busan pada Juni,” ujar Yoon.
Yoon juga membeberkan kasus lain yang dianggap berkaitan spionase. Pada November, salah satu warga China berusia 40-an tertangkap sedang merekam markas besar Badan Intelijen Nasional dengan drone.
Sementara Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Mao Ning, menyampaikan sangat terkejut dengan tuduhan Yoon.
Upaya dimakzulkan
Partai oposisi parlemen Korea Selatan, Partai Demokratik (DP) menyiapkan upaya pemakzulan kedua Presiden Yoon imbas drama darurat militer.
DP berencana melaporkan usulan mosi pemakzulan kedua Presiden Yoon ke Majelis Nasional Korsel pada Kamis (12/12). Sementara itu, pemungutan suara untuk mosi tersebut bakal dilakukan pada Sabtu (14/12).
Dukungan pemakzulan Presiden Yoon juga datang dari Partai berkuasa Korea Selatan, Partai Kekuatan Rakyat (PPP).
Ketua PPP, Han Dong Hoon, menyerukan agar para anggota parlemen Korsel mendukung pemakzulanYoon di berdasarkan “keyakinan mereka sendiri.”
“Kita harus menghentikan kekacauan lebih lanjut. Hanya ada satu metode yang efektif sekarang,” ujar Han dalam konferensi pers yang dihelat pada Kamis (12/12), seperti dikutip Yonhap.
“Dalam pemungutan suara (mosi pemakzulan) berikutnya, anggota parlemen partai kita harus memasuki ruang sidang dan mengambil bagian dalam pemungutan suara berdasarkan keyakinan dan hati nurani mereka sendiri,” lanjutnya.
Untuk bisa meloloskan pemakzulan ini, oposisi harus mengantongi dua pertiga atau 200 suara. Di pemakzulan pertama, mosi itu gagal karena PPP walk out saat voting. Namun, di pemakzulan mendatang mereka diperkirakan bakal memberi suara.
Bersambung ke halaman berikutnya…