Jakarta, CNN Indonesia —
Aksi mogok kerja yang dilakukan oleh lebih dari 30 ribu pekerja Boeing telah memasuki hari keempat pada Senin (16/9). Para pekerja adalah mereka yang membuat pesawat di pabrik-pabrik di pesisir barat Amerika Serikat (AS).
Sementara, para negosiator dari pihak perusahaan dan serikat pekerja dijadwalkan untuk melanjutkan pembicaraan mengenai kontrak kerja pada Selasa (17/9).
Serikat pekerja terbesar di Boeing Asosiasi Masinis dan Pekerja Dirgantara Internasional (IAM) telah menolak kontrak yang mencakup kenaikan gaji sebesar 25 persen yang dibagi dalam empat tahun, namun menghapus tunjangan kinerja tahunan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Melansir dari CNA, para pimpinan serikat pekerja akan bertemu dengan mediator federal dan Boeing untuk memulai kembali negosiasi tenaga kerja pada Selasa (17/9).
Jon Holden, negosiator utama serikat pekerja, mengatakan bahwa para pekerja ingin Boeing meningkatkan tawaran upahnya dan mengembalikan tunjangan pensiun yang telah dicabut 10 tahun lalu sebagai imbalan untuk mempertahankan produksi pesawat di Negara Bagian Washington.
Dua sumber serikat pekerja mengatakan mereka tidak berharap Boeing mengembalikan tunjangan pensiun. Akan tetapi, permintaan itu dapat digunakan untuk menegosiasikan kontribusi pensiun perusahaan yang lebih besar dan gaji yang lebih tinggi.
Anggota serikat pekerja yang berada di barisan piket di luar pabrik Boeing di sekitar Seattle, AS merasa optimis akan peluang mereka untuk mendapatkan kesepakatan yang lebih baik dari Boeing.
Ini adalah aksi mogok kerja de-8 sejak IAM didirikan pada 1930. Dua aksi mogok kerja terakhir, yakni pada 2008 dan 2005, masing-masing berlangsung selama 57 hari dan 28 hari.
Reuters mewawancara lima pekerja yang menggunakan aksi mogok kerja sebagai tolak ukur untuk perencanaan keuangan mereka. Pasalnya, mereka tidak akan menerima gaji selama pemogokan.
Serikat pekerja memberikan US$250 atau setara Rp3,8 juta (asumsi kurs Rp15.396 per dolar AS) per minggu kepada mereka yang mengikuti aksi mogok kerja.
“Saya bisa bertahan selama 6-8 minggu, tetapi terserah manajemen Boeing untuk memutuskan kapan mereka ingin menawarkan kesepakatan yang adil,” ujar Thinh Tan, seorang insinyur di pabrik Boeing 737 Max.
Banyak pekerja pabrik melampiaskan kemarahan yang telah terjadi selama lebih dari 10 tahun saat mereka menyaksikan upah mereka jauh di bawah inflasi, sementara bonus eksekutif membengkak.
Bahkan sebelum para pekerja pabrik melakukan aksi mogok kerja, Boeing telah bergulat dengan krisis keselamatan dan produksi yang dipicu oleh insiden panel pintu yang lepas dari pesawat 737 Max pada Januari 2024 silam.
Lembaga Fitch and Moody’s bersama S&P Global Ratings memperingatkan bahwa aksi mogok kerja yang berkepanjangan dapat menyebabkan penurunan peringkat Boeing, yang dibebani dengan utang sebesar US$60 miliar atau setara Rp923,65 triliun.
(del/DAL)