JAVA JAZZ menjadi rumah kedua bagi penyanyi Andien. Sejak kali pertama tampil pada 2005, ia tak pernah absen. Dalam perayaan dua puluh tahun festival ini, Andien juga kembali hadir untuk merayakan evolusi musik jazz sebagai bagian dari lanskap budaya urban Indonesia.
Piliham Editor: Andien, Dua Dekade Bernyanyi di BNI Java Jazz Festival
Ditemui Tempo usai penampilannya pada Jumat, 30 Mei, Andien memotret perjalanannya bersama Java Jazz secara personal. Ia mengingat betul rasa gugup yang dulu menyergapnya di panggung perdana, saat masih duduk di bangku kuliah dan harus berbagi sorotan dengan para musisi besar. Tapi dari situlah ia tumbuh. Ia mengakui, festival ini menjadi jembatan penting dalam memperkenalkan musik jazz ke publik yang lebih luas.
Peraih Album Jazz Terbaik Anugerah Musik Indonesia 2018 ini merinci, Java Jazz bukan hanya soal konser tahunan. Festival ini, menurutnya, berhasil mengubah persepsi masyarakat terhadap jazz. Dulu, musik ini dianggap ‘tidak laku’ dan terlalu eksklusif untuk kalangan tertentu. Kini, Java Jazz telah menjadikan jazz sebagai bagian dari gaya hidup masyarakat urban.
Tak hanya dari segi musikalitas, Andien melihat adanya regenerasi signifikan dalam profil penonton Java Jazz. Di panggung yang sama, ia menyaksikan penonton setia yang sudah mengikutinya sejak 2005 duduk berdampingan dengan wajah-wajah muda.
Pada malam puncak 20 Years of Java Jazz Festival yang digelar Ahad, 1 Juni, Andien turut menjadi bagian dari panggung reuni para musisi yang telah membesarkan festival ini, termasuk termasuk Barry Likumahuwa, Dira Sugandi, Elfa Zulham, Endah ‘n Rhesa, Humania, Indra Aziz, Maliq & D’Essentials, Nikita Dompas, Rafi Muhammad, Teddy Adhitya, Tompi, dan Voxaccord.
Penyanyi Andien saat tampil pada BNI Java Jazz Festival 2025 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, 30 Mei 2025. Tempo/Martin Yogi Pardamean
Digelar mulai 30 Mei hingga 1 Juni 2025, BNI Java Jazz Festival 2025 menghadirkan hampir 1.000 musisi lokal dan internasional di 11 panggung berbeda. Penampil utama tahun ini diisi oleh Jacob Collier, Tunde (The Voice of Lighthouse Family) dan Raye yang masuk dalam kategori Special Show.
Manggung pertama di Java Jazz pada 2005, apa yang Anda ingat saat itu?
Sebenarnya, saya takut saat itu. Karena saya waktu itu masih umur berapa ya, kuliah ya. Terus disandingkan dengan banyak nama pada saat itu, yang tampil. Saya juga berkolaborasi dengan beberapa musisi luar negeri. Buat saya, itu pengalaman membanggakan tapi sekaligus menakutkan. Itu alasan saya menangis sebelum naik ke panggung. Tapi sejujurnya, saya juga merasa ini kesempatan yang luar biasa sekali untuk semua musisi jazz.
Bagaimana Anda memandang kiprah musik jazz di Tanah Air sejak Java Jazz 2005 hingga sekarang?
Java Jazz itu luar biasa. Karena sebenarnya, sudah ada beberapa jazz festival sebelum Java Jazz. Tapi Java Jazz sendiri itu saya melihat dari tahun ke tahun ke tahun dan bisa bertahan sampai 20 tahun ini, karena Java Jazz berhasil memasukkan jazz sebagai gaya hidup.
Konsep gaya hidup seperti apa yang Anda maksud?
Saya ingat sekali, di tahun-tahun awal, ada semacam pemahaman bahwa ‘Kalau lu nggak datang ke Java Jazz, lu kayak nggak keren.’ Maksudnya, ada sebuah gaya hidup ‘kekerenan’ yang dibawa sama Java Jazz. Untuk itu, menurut saya adalah hal yang bagus sekali.
Penyanyi Andien saat tampil pada BNI Java Jazz Festival 2025 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, 30 Mei 2025. Tempo/Martin Yogi Pardamean
Seperti apa tantangan memperkenalkan musik jazz sebelum hadirnya Java Jazz?
Memperkenalkan musik jazz sebelum ada Java Jazz itu susahnya minta ampun. Saya menyanyi dari 2000 kan waktu itu. Susah sekali kalau mau menyanyi jazz. ‘Ah ya, enggak laku. Susah didengarkan,’ begitu. Tapi begitu orang-orang sudah mulai biasa datang ke Java Jazz—di sini sebenarnya ada beragam jenis musik ya. Dari yang jazz bentuknya big band, sampai ada yang R&B atau soul.
Jadi, jazz dan turunan-turunannya. Nah, mau nggak mau orang-orang akan terpapar sendirinya. Jadi kalau dia penggemar R&B, mau nggak mau nanti mungkin dia melewati panggung yang big band, ‘Eh ternyata keren ya,’ begitu pula sebaliknya.
Apakah Anda juga melihat adanya regenerasi penonton atau penikmat musik jazz saat ini?
Saya merasa ada regenerasi yang sangat-sangat signifikan, kelihatan sekali. Jadi, yang datang saat saya bernyanyi tadi, ada orang yang baru pertama kali nonton saya, sepertinya di bawahnya Gen Z, mungkin Gen Alpha. Ada orang-orang yang dari pertama kali menonton saya di 2005 juga. Jadi menurut saya luar biasa ya jika bicara mengenai age diversity (keragaman usia).
Tahun ini, Java Jazz merayakan ulang tahunnya ke-20. Perayaan seperti apa yang disuguhkan bersama musisi lainnya?
Panggung 20 Years of Java Jazz Festival, tentunya sangat menyenangkan karena waktu pertama kali Java Jazz diadakan, kami memang sangat senang berkumpul. Java Jazz sendiri semakin lama semakin besar. Jadi, walaupun saya manggung, belum tentu saya bertemu musisi-musisi yang lain. Panggung itu menjadi panggung nostalgia yang benar-benar dahsyat.
Untuk Java Jazz tahun-tahun berikutnya, apakah ada musisi internasional yang ingin Anda ajak kolaborasi?
Ini finger cross kalau bisa kolaborasi. Tapi, saya penggemar berat Jacob Collier.
Biodata:
Nama Lahir: Andini Aisyah Hariadi
Nama Panggung: Andien
Tanggal Lahir: 25 Agustus 1985
Album:
- Bisikan Hati (2000)
- Kinanti (2002)
- Gemintang (2005)
- Kirana (2010)
- #Andien (2013)
- Let It Be My Way (2014)
- Metamorfosa (2017)
Pilihan Editor: Wawancara Sha Ine Febriyanti: Stigma Kesehatan Mental dan Alasan ke Psikolog Bukan Hal Tabu