Wednesday, March 26, 2025
Google search engine
HomeNasionalSerba-serbi Aliansi Jogja Memanggil Unjuk Rasa Tolak Pengesahan RUU TNI

Serba-serbi Aliansi Jogja Memanggil Unjuk Rasa Tolak Pengesahan RUU TNI

TEMPO.CO, Jakarta – Aliansi Jogja Memanggil kembali melakukan unjuk rasa pada Kamis, 20 Maret 2025, setelah yang terakhir pada penghujung 2024 lalu. Kalau kala itu ihwal penentangan penerapan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen per Januari 2025. Kali ini soal penolakan pengesahan Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI).

Aksi digelar di halaman kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) di Jalan Malioboro, Kota Yogyakarta sejak Kamis pagi hingga Jumat dinihari. Selain diikuti oleh Aliansi Jogja Memanggil, sejumlah elemen mulai dari mahasiswa di berbagai kampus di Yogyakarta hingga aktivis juga tampak menyertai, termasuk Forum Cik Ditiro.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gelaran unjuk rasa sempat diwarnai aksi vandalisme lantaran demonstran kecewa RUU TNI tetap disahkan menjadi regulasi anyar oleh DPR RI. Bahkan mereka tetap bertahan hingga dinihari dan baru akan membubarkan diri setelah UU TNI pengesahannya dibatalkan. Polisi kemudian turun tangan membubarkan aksi.

Tempo merangkum serba-serbi Aliansi Jogja Memanggil dan sejumlah elemen masyarakat geruduk kantor DPRD Yogyakarta untuk menolak pengesahan RUU TNI:

1. Alasan Aliansi Jogja Memanggil tolak pengesahan RUU TNI

Diketahui, Ketua DPR RI Puan Maharani akhirnya mengetuk palu pengesahan RUU TNI dalam sidang paripurna yang digelar pada Kamis, 20 Maret 2025. Di hari yang sama, sejumlah unjuk rasa penolakan pengesahan RUU TNI terjadi di berbagai daerah, termasuk di Yogyakarta.

Ratusan massa berpakaian hitam berasal dari berbagai kampus dan elemen aktivis seperti Aliansi Jogja Memanggil, Forum Cik Ditiro, dan lainnya telah sejak pagi mengepung DPRD Yogyakarta. Pantauan Tempo, ratusan personel kepolisian turut dikerahkan mengamankan aksi itu. Sejumlah kendaraan taktis terparkir menjaga area demonstrasi.

Juru bicara aksi, Bung Koes, dalam orasinya mengungkapkan alasan demonstran menolak RUU TNI. Massa aksi menilai demokrasi masyarakat sipil kini sedang terancam, menyusul disahkannya RUU TNI. Pasalnya beleid itu mengizinkan tentara mengisi jabatan-jabatan publik di luar sektor pertahanan.

“Dengan watak tentara yang bersifat hierarkis dan bergerak berdasarkan sistem komando, pengelolaan pemerintahan Indonesia lewat UU TNI berpotensi mengarah pada otoritarianisme. Kami melihat situasi hari ini mengarah ke situasi zaman kekuasaan Soeharto yang militeristik karena adanya dwifungsi ABRI/TNI,” kata dia.

BACA JUGA:   PDIP Usulkan 3 Nama Dampingi Khofifah di Pilgub Jatim 2024

Hal serupa disampaikan Marsinah, salah satu juru bicara Aliansi Jogja Memanggil, dalam aksi itu. Pihaknya menilai adanya potensi bangkitnya otoritarianisme di Tanah Air lewat UU TNI. Potensi kebangkitan otoritarianisme tersebut, kata dia, semakin mengarahkan kehidupan demokrasi kembali memburuk pada masa depan.

“Dengan sesukanya seperti Orde Baru yang di masa lalu melakukan pembunuhan dan pemenjaraan massal pada rakyat tanpa pengadilan,” kata dia.

Ia lantas menyebut sederet kasus kekerasan melibatkan tentara di masa Orde Baru yang menyebabkan krisis sosial, seperti peristiwa Tanjung Priok hingga Santa Cruz di Timor Timur. Selain krisis sosial, gara-gara pemerintahan otoriter, kata dia, Indonesia bahkan juga mengalami krisis moneter pada 1998.

Tak hanya itu, Marsinah mengatakan, setelah Presiden Prabowo Subianto berkuasa, upaya mendorong supremasi militer kian tampak. Massa geram proses pengesahan RUU TNI yang dibahas secara diam-diam di hotel bintang 5 di Jakarta, tidak memiliki naskah akademik yang komprehensif, tidak menjadi Prolegnas DPR 2025, tidak ada dalam RPJMN 2025-2029, hingga tidak adanya partisipasi publik.

“Ini membuktikan bahwa perumusan RUU TNI ini cacat prosedural. RUU ini prematur, serampangan, dan sarat konflik kepentingan di dalamnya sehingga amat layak untuk digagalkan,” kata Marsinah.

Marsinah pun mencontohkan dampak negatif jabatan non pertahanan yang dijabat TNI. Salah satunya ketika Kepala Basarnas yang merupakan perwira aktif militer melakukan korupsi senilai Rp 88,3 miliar pada 2023. Kasus yang seharusnya berada di bawah kewenangan peradilan sipil itu, tapi malah diadili dengan peradilan militer yang eksklusif.

“Malahan KPK meminta maaf terhadap militer atas penetapan tersangka pada perwira aktif. Kondisi tersebut menjadi preseden buruk terhadap kewenangan peradilan kita yang tidak memberi batasan jelas dan malah mencampuradukkan kepentingan militer ke sipil,” kata dia.

2. Diwarnai aksi vandalisme

Pantauan Tempo, awalnya unjuk rasa itu berjalan tertib dari pagi hingga siang. Mereka mulai berorasi di atas mimbar hingga membuat panggung seni, dan menurunkan bendera merah putih setengah tiang di halaman kantor DPRD DIY dan menggelar teaterikal.

Namun, sekitar pukul 15.45 WIB, massa mulai menumpahkan kekecewaannya dengan mencoret dinding depan halaman kantor DPRD DIY, papan rambu, hingga akses jalan. Di kantor DPRD DIY, massa menggambar bentuk tikus dan menulis sejumlah kecaman seperti “Tolak UU TNI”, “Polisi T*i”, “Adili Prabowo” dan lainnya. Sederet celana dalam juga diletakkan di tangga selasar.

BACA JUGA:   Siap-Siap Cum Dividen Interim 2024 United Tractors (UNTR) Senin (7/10)

Massa turut mengumpulkan sampah plastik dan kertas dari luar dan halaman DPRD DIY. Mereka lalu melemparkan sampah itu ke bagian selasar gedung sebelumnya membakarnya. Mereka pun menyalakan petasan dan turut dilemparkan ke bagian selasar gedung itu. Aksi kekecewaan itu sembari terus diikuti orasi tanpa henti dari massa aksi.

“Kami lemparkan sampah ke gedung (DPRD DIY) ini sebagai simbol, mereka mengurus sampah saja tidak mampu,” ujar orator aksi.

Sejumlah personil kepolisian pun bergerak mensterilkan area tempat sampah dibakar dan menghalau massa sembari mulai menjaga selasar DPRD DIY. Petugas juga memadamkan sampah yang dibakar massa.

3. Massa aksi bertahan hingga malam dan berencana menginap di halaman kantor DPRD DIY

Hingga malam, ratusan massa aksi itu belum membubarkan diri dan memilih bertahan di halaman DPRD DIY hingga Kamis malam. Mereka sepakat untuk menginap hingga UU TNI pengesahannya dibatalkan. Berdasarkan pantauan Tempo, hingga pukul 22.30 WIB, massa terus menggelar mimbar bebas sambil berorasi mendesak pembatalan revisi UU TNI.

Massa juga membuat tenda-tenda untuk tujuan menginap, di rerumputan bawah patung Jenderal Sudirman yang menjadi ikon DPRD DIY. Massa turut membuat api unggun di halaman gedung DPRD, duduk melingkar, sambil mendengarkan orasi.

Aksi itu diselingi dengan pembacaan puisi hingga menyanyikan lagu-lagu untuk memberi semangat kepada peserta aksi. Massa pun sempat memanggil pedagang sate, wedang ronde, hingga pedagang minuman masuk ke dalam lingkungan DPRD DIY untuk jeda makan.

“Memang sejak awal kami sudah rencanakan menginap ketika revisi Undang-Undang TNI ini tetap disahkan. Kami akan terus melakukan protes hingga undang-undang ini dicabut,” kata Marsinah.

4. Polisi desak massa aksi keluar dari kompleks DPRD DIY

Setelah bertahan hingga Jumat dini hari, 21 Maret 2025, polisi turun tangan mendesak massa aksi penolak pengesahan UU TNI keluar dari kompleks DPRD DIY. Berdasarkan pantauan Tempo, sekitar pukul 00.40 WIB, kepolisian mengerahkan dua unit kendaraan taktis Brigade Mobil (Brimob) dan puluhan polisi anti huru-hara.

BACA JUGA:   Momen Ketua KPU Protes Ahli Ganjar-Mahfud Karena Sempat Jadi Saksi Rekapitulasi

Kericuhan sempat terjadi ketika massa aksi menolak mundur. Lemparan botol mineral, dahan kayu, hingga petasan mewarnai aksi saling dorong antara massa dan polisi. Semburan air water canon kendaraan taktis polisi membuat massa aksi terdorong keluar komplek DPRD DIY.

“Ini sudah lewat tengah malam. Mohon adik adik segera membubarkan diri karena ini juga bulan Ramadan, orang akan beribadah,” kata Kapolresta Yogyakarta Komisaris Besar Polisia Aditya Surya Dharma melalui pengeras suara.

Meski sudah terdorong keluar gerbang, massa aksi masih belum membubarkan diri. Mereka kukuh bertahan di depan gerbang DPRD DIY dan berusaha masuk kembali ke komplek kantor DPRD. Sempat beberapa kali terjadi perundingan antara massa dan polisi. Polisi memberi tenggat waktu massa aksi untuk membubarkan diri saat tengah malam. Namun massa memilih bertahan.

Sementara itu, di luar kompleks DPRD DIY, dari sisi selatan ada kelompok massa lain yang mencoba mendekati massa aksi penolak UU TNI. Kelompok tak dikenal berpakaian sipil ini mengeluarkan berbagai makian kepada massa penolak UU TNI yang mereka anggap sebagai biang rusuh. Sejumlah personel polisi tampak menghadang kelompok warga itu agar tak sampai bentrok dengan massa aksi yang bertahan di depan gedung DPRD.

5. Kerugian akibat vandalisme

Sekretaris DPRD DIY Yudi Ismono mengaku belum dapat merinci berapa kerugian yang ditimbulkan dari aksi massa tersebut. Sebab dalam aksinya massa mencorat coret hampir seluruh dinding depan DPRD DIY dengan car semprot. Juga membakar sampah di selasar gedung parlemen itu. Yudi menjelaskan jika gedung DPRD DIY itu termasuk benda cagar budaya.

“Kami belum bisa memperkirakan kerusakan dan kerugiannya, karena belum bisa melihat lebih dekat ke dalam,” kata Yudi. “Kalau sampah dan cat saja tak masalah, tinggal dibersihkan. Tapi kami belum melihat ke dalam, apakah ada bagian yang rusak atau tida,k karena masih dijaga ketat polisi.”

Pribadi Wicaksono dan Hammam Izzuddin berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Source link

BERITA TERKAIT

BERITA POPULER