Suara.com – Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menilai usulan penunjukan gubernur oleh presiden tanpa melalui Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) bukanlah usulan yang baik. Diketahui, usulan itu tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Khusus Jakarta (DKJ).
Lucius menilai nantinya kepala daerah hanya akan jadi suruhan Presiden. Sebab, nantinya gubernur akan sulit dalam membuat kebijakan dan mengatur daerahnya sendiri.
“Gubernur yang ditunjuk hanya akan menjadi pekerja suruhan Presiden. Dia nggak memerintah dan membuat kebijakan secara otonom,” ujar Lucius kepada wartawan, Selasa (12/12/2023).
Menurutnya, usulan ini hanya akan merusak demokrasi lantaran hak suara warga Jakarta untuk memilih pemimpinnya telah direnggut. Lucius pun menyamakannya dengan era orde baru (orba).
“Maka rasanya usulan dalam RUU DKJ terkait penunjukan langsung bak mengembalikan kita pada kondisi demokrasi ala-ala orba. Namanya doang demokrasi, prakteknya semua dikendalikan presiden,” katanya.
Padahal, dengan pemilihan lewat Pilkada, maka Gubernur akan memiliki rasa tanggung jawab kepada rakyat yang memilihnya. Jika ditiadakan, kepala daerah hanya akan bekerja sesuai kepentingan Presiden.
“Jadi ya jelas usulan penunjukan gubernur itu merusak demokrasi, karena rakyat sebagai pemilik mandat tak punya kuasa menentukan sendiri pemimpinnya,” ungkapnya.
“Rakyat akan menikmati gubernur yang bertindak atas nama presiden sehingga partisipasi dalam proses pemerintahan juga tak akan terjadi. Demokrasi tanpa partisipasi rakyat akan melahirkan pemerintahan otoriter,” tambahnya memungkasi.
RUU DKJ
Sebelumnya Gubernur Jakarta diusulkan agar dipilih oleh Presiden usai tak lagi menyandang status Ibu Kota. Hal ini tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Jakarta (DKJ).
RUU ini sudah disetujui oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR RI untuk dibahas di tingkatan selanjutnya. Dalam Bahan Rapat Pleno Penyusunan RUU Provinsi Daerah Khusus Jakarta pada Senin (4/12) kemarin, Gubernur DKJ diusulkan agar tak dipilih oleh rakyat.
“Gubernur dan Wakil Gubernur ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD,” demikian bunyi draf RUU DKJ Ayat (2) Pasal 10, dikutip Selasa (5/12/2023).
Lalu, untuk masa jabatan gubernur dan wakil gubernur masih sama seperti sebelumnya, yakni lima tahun dan bisa menjabat untuk dua periode.
“Masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur selama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan sesudahnya dapat ditunjuk dan diangkat kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan,” demikian bunyi pasal 10 ayat 2.
Draf RUU ini masih berupa usulan dan bisa berubah ketentuannya sesuai dengan pembahasan di tingkat legislatif.
Terkait dengan rapat Baleg kemarin, mayoritas alias sebanyak delapan fraksi menyatakan menyetujui pembahasan RUU DKJ dilaksanakan. Sementara, hanya fraksi PKS yang menolak.