Thursday, December 25, 2025
Google search engine
HomeEkonomi BisnisPicu Pencemaran dan Penyakit Pernapasan, Masyarakat Protes Desak Tutup Pabrik Fosfat di...

Picu Pencemaran dan Penyakit Pernapasan, Masyarakat Protes Desak Tutup Pabrik Fosfat di Tunisia



Bisnis.com, JAKARTA — Ketegangan meningkat di kompleks pengolahan fosfat milik Tunisian Chemical Group (CGT) yang berlokasi di kota Gabes, Tunisia, setelah ratusan warga menyerbu dan mendesak penutupan fasilitas tersebut pada Sabtu (11/10/2025). Aksi ini dipicu oleh dugaan pencemaran lingkungan yang menyebabkan meningkatnya penyakit saluran pernapasan di wilayah tersebut.

Menurut laporan Reuters, aparat kepolisian menembakkan gas air mata untuk membubarkan para pengunjuk rasa yang memaksa masuk ke area pabrik.

Aksi protes ini menambah tekanan terhadap pemerintahan Presiden Kais Saied, yang kini tengah berjuang menyeimbangkan antara tuntutan kesehatan publik dan keberlanjutan produksi fosfat yang merupakan komoditas ekspor paling berharga bagi Tunisia.

Ketegangan meningkat ketika massa mencapai kantor pusat kompleks kimia tersebut. Bentrokan pecah setelah polisi menembakkan gas air mata dan memaksa massa mundur, sementara kejar-kejaran antara warga dan aparat terjadi di jalan-jalan kota.

BACA JUGA:   Lancar, Link Live Streaming Venezia vs Bologna 29 Maret, Jay Idzes Main

Beberapa saksi mata mengatakan kepada Reuters bahwa para pengunjuk rasa membakar salah satu kantor cabang administrasi CGT di Gabes. Tim pemadam kebakaran dikerahkan untuk memadamkan api, sementara kelompok lain memblokade sejumlah ruas jalan utama.

Sebelumnya, para demonstran sempat menduduki area pabrik dan meneriakkan slogan yang menuntut penutupan serta pembongkaran fasilitas tersebut. Cuplikan video di media sosial memperlihatkan kerumunan warga berorasi di dalam kompleks industri.

Untuk meredakan ketegangan, Presiden Saied menggelar rapat darurat dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Menteri Energi pada Sabtu malam. Ia memerintahkan pengiriman tim teknis ke unit produksi asam fosfat guna melakukan perbaikan darurat.

“Gabes telah berubah menjadi kota kematian. Orang-orang kesulitan bernapas, banyak warga menderita kanker dan kerapuhan tulang akibat polusi yang parah,” ujar Khaireddine Dbaya, salah satu pengunjuk rasa, dikutip Reuters.

BACA JUGA:   Jasindo Targetkan Laba Bersih Rp215,30 Miliar pada 2025, Ini Strateginya

Pihak CGT belum memberikan tanggapan resmi terhadap situasi di Gabes ketika dihubungi oleh Reuters.

Sementara itu, Presiden Saied pekan lalu menyebut bahwa Gabes tengah mengalami “pembunuhan lingkungan” akibat kebijakan lama yang dinilainya “kriminal”. Ia menuding keputusan masa lalu itu telah menyebabkan perluasan penyakit dan kehancuran ekosistem lokal.

Saied mendesak langkah cepat dan penerapan solusi yang diajukan generasi muda untuk mengatasi krisis lingkungan yang terus memburuk.

Pada 2017, pemerintah Tunisia sebenarnya telah berjanji untuk membongkar kompleks Gabes dan menggantinya dengan fasilitas baru yang memenuhi standar lingkungan internasional. Hal ini dilakukan setelah pemerintah mengakui bahwa emisi dari pabrik lama berbahaya bagi warga. Namun, rencana tersebut hingga kini belum terealisasi.

Setiap hari, berton-ton limbah industri dibuang ke laut Chatt Essalam di pesisir Gabes. Kelompok lingkungan memperingatkan bahwa kehidupan laut di wilayah itu telah rusak parah.

BACA JUGA:   Khidmatnya Pelaksanaan Shalat Idul Adha 1445 H/2024 M Kota Batam - BP Batam

Sementara itu, para nelayan melaporkan penurunan tajam populasi ikan dalam satu dekade terakhir, sehingga menghantam sumber pendapatan utama bagi masyarakat pesisir.

Gelombang protes terbaru dipicu awal pekan ini setelah puluhan anak sekolah mengalami gangguan pernapasan akibat paparan asap beracun dari pabrik tersebut.

Rekaman video menunjukkan orang tua panik dan petugas darurat membantu siswa yang kesulitan bernapas. Peristiwa ini kemudian memicu kemarahan publik dan seruan baru untuk menutup pabrik.

Sementara itu, pemerintah Tunisia tetap berupaya menghidupkan kembali industri fosfat nasional, dengan target meningkatkan produksi hingga 14 juta ton pada 2030, atau naik lima kali lipat dari tingkat saat ini. Target tersebut ditetapkan di tengah lonjakan permintaan global atas komoditas tersebut.



Source link

BERITA TERKAIT

BERITA POPULER