PEMERINTAH mengusulkan 17 rancangan undang-undang atau RUU masuk dalam Program Legislasi Nasional atau Prolegnas Prioritas Tahun 2026. Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej menyampaikan ini dalam rapat evaluasi Prolegnas Prioritas 2025 dan penyusunan Prolegnas Prioritas 2026 bersama Badan Legislasi DPR.
“Untuk usulan RUU Prolegnas Prioritas 2026, pemerintah mengusulkan 17 RUU, yaitu satu, RUU tentang Hukum Acara Perdata; dua, RUU tentang Narkotika dan Psikotropika; tiga, RUU tentang Pengelolaan Ruang Udara,” ucap Eddy di ruang rapat Baleg DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Rabu, 17 September 2025.
Kemudian, pemerintah juga mengajukan RUU tentang Hukum Perdata Internasional, RUU tentang Desain Industri, dan RUU tentang Keamanan dan Ketahanan Siber. “Tujuh, RUU tentang Ketenaganukliran, merupakan luncuran dari 2025,” ujar Eddy.
Lalu, ada pula RUU tentang Pengadaan Barang dan Jasa Publik. “Sembilan, RUU tentang Pelaksanaan Pidana Mati; sepuluh, RUU tentang Penyesuaian Ketentuan Pidana dalam Undang-Undang dan Peraturan Daerah; sebelas, RUU tentang Pemindahan Narapidana Antarnegara,” kata Eddy menjabarkan.
Selain itu, pemerintah mengusulkan Prolegnas Prioritas 2026 mencakup revisi UU tentang Meteorologi Legal, RUU tentang Jaminan Benda Bergerak, RUU tentang Kewarganegaraan, RUU tentang Badan Usaha, RUU tentang Grasi, Amnesti, Abolisi, dan Rehabilitasi, serta revisi UU Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Sementara itu, pemerintah mengusulkan tujuh RUU untuk masuk dalam Prolegnas Jangka Menengah 2025-2029. Sejumlah produk legislasi yang diusulkan di antaranya revisi UU tentang Jaminan Produk Halal, revisi UU tentang Merek dan Indikasi Geografis, RUU tentang Keamanan Laut, dan revisi UU tentang Veteran Republik Indonesia.
Kemudian, ada pula revisi UU tentang Pemajuan Kebudayaan, revisi UU tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, serta RUU tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Eddy menambahkan, pemerintah mengajukan satu RUU untuk dikeluarkan dari Prolegnas Jangka Menengah. Eddy menjelaskan bahwa RUU tentang Keadilan Restoratif dalam Sistem Peradilan Pidana diusulkan untuk keluar dari daftar lantaran materi pokoknya sudah termaktub dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Adapun revisi KUHAP kini masih bergulir di DPR. “Materi pokok pengaturannya sudah tercakup dalam RUU KUHAP dan akan diatur lebih lanjut dengan peraturan pelaksana,” ucap Eddy.

