TEMPO.CO, Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Kebudayaan direncanakan akan menetapkan tanggal 26 Juli sebagai Hari Puisi Indonesia. Bertepatan dengan itu, Yayasan Hari Puisi (YHP) menggelar acara Menyongsong Prosesi Penetapan Hari Puisi Indonesia dengan tema “Puisi Lahir Tak Pernah Mati!” pada Sabtu, 26 Juli 2025 pukul 15.00-23.00 di Plaza Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta. Menurut agenda YHP, Menteri Kebudayaan Fadli Zon akan memberikan sambutan dan membacakan surat keputusan mengenai penetapan Hari Puisi Indonesia.
Menurut YHP, penetapan ini perlu untuk memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada puisi dan penyair. Puisi selama ini telah menjaga semangat kita berbangsa dan bernegara dalam keadaan apa pun. Apalagi, sebagaimana kata penyair Sutardji Calzoum Bachri, Indonesia “dilahirkan” oleh puisi besar bernama Sumpah Pemuda.
Sekretaris YHP Sofyan R.H. Zaid mengatakan penetapan ini penting agar orang punya legalitas untuk merayakan hari puisi. “Itu penting, misalnya bila anak sekolah mau merayakan hari puisi, maka mereka punya legalitasnya. Dengan adanya legalitas tadi pemerintah daerah juga akan mendukung penyelenggaraan hari puisi di daerah,” katanya dalam konferensi pers Menyongsong Prosesi Penetapan Hari Puisi Indonesia 26 Juli di Aula Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Senin, 21 Juli 2025. Konferensi pers ini juga dihadiri penyair Sutardji Calzoum Bachri dan pengurus YHP, seperti Asrizal Nur (ketua), Danny Susanto, Willy Ana, Ewith Bahar, Putri Thania, Sihar Ramses Simatupang, Herman Syahara, Julia Basri, dan Arief H. Sibuan.
Penetapan hari puisi ini, kata Sofyan, juga membuat orang punya alasan untuk mengingat kekayaan puisi Indonesia karena minimal tiap tahun mereka punya acara hari puisi. “Kita tidak bisa membayangkan daerah yang jauh yang acara sastranya tidak banyak. Paling tidak nanti tiap tahun mereka punya alasan untuk merayakan hari puisi, hari di mana kegembiraan dan kreativitas itu bertemu sehingga kreasi dan inovasi itu dimungkinkan terjadi.”
Bendahara YHP Ewith Bahar mengatakan bahwa hampir seluruh negara di dunia punya hari puisi sendiri. “Bahkan, di Thailand ada dua, hari puisi dan hari bahasa. Padahal, usia sastra Thailand dan kita hampir sama. Bahkan, negara-negara yang kekayaan puisinya tak sebesar kita punya hari puisi. Mengapa kita tidak?” kata penulis buku puisi Impromptu Terzina ini.
Sejumlah penyair dan YHP sudah lama merayakan tanggal 26 Juli sebagai Hari Puisi Indonesia. Tanggal itu merujuk pada tanggal lahir Chairil Anwar, pelopor puisi modern Indonesia, pada 26 Juli 1922.
Hari Puisi Indonesia itu bermula dari gagasan Rida K. Liamsi, Agus R. Sarjono, dan sejumlah penyair senior mengenai pentingnya suatu hari sebagai hari puisi. Gagasan itu dibahas dalam Pertemuan Penyair Indonesia di Pekanbaru, Riau pada 22 November 2012. Peserta pertemuan bersepakat untuk menetapkan tanggal 26 Juli sebagai Hari Puisi Indonesia.
Sejak itu Hari Puisi Indonesia dirayakan setiap tahun di Jakarta oleh Yayasan Hari Puisi yang bekerja sama dengan berbagai pihak dan di sejumlah daerah oleh berbagai komunitas sastra. Ada beberapa kegiatan utama di setiap perayaan tersebut, seperti Pesta Puisi Rakyat, Sayembara Buku Puisi Anugerah Hari Puisi Indonesia, dan Anugerah Kepenyairan Adiluhung.
Namun, selama ini sebagian penyair dan komunitas sastra memperingati Hari Puisi Nasional pada 28 April. Tanggal ini merujuk pada tanggal wafatnya Chairil Anwar pada 28 April 1949. Washad, dalam artikel “Problematika Hari Puisi di Indonesia” di Jurnal Sasindo Unpam pada Juni 2021, menyatakan bahwa penetapan Hari Puisi Nasional tidak punya dasar yang kuat karena tidak pernah ada deklarasi atau penetapan tanggal 28 April sebagai Hari Puisi Nasional.

