Bisnis.com, JAKARTA – Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mencatat 158 perusahaan dari 11 negara masih terlibat dalam aktivitas di permukiman ilegal Israel di Tepi Barat.
Melansir Reuters, Sabtu (27/9/2025), terbaru Kantor Komisaris Tinggi HAM PBB melaporkan perusahaan dalam laporan tersebut, termasuk empat raksasa platform akomodasi daring, tercatat masih menjalankan bisnis di permukiman Israel di Tepi Barat yang diduduki. Wilayah ini telah dinyatakan ilegal oleh Mahkamah Internasional PBB.
Perusahaan asal Amerika Serikat seperti Airbnb, Expedia, dan TripAdvisor, serta Booking.com dari Belanda, tetap berada dalam daftar tersebut. Setelah diperbarui pada 2023, daftar kini bertambah 68 nama baru, sehingga total mencakup 158 perusahaan.
Di antara tambahan baru terdapat produsen semen Jerman, Heidelberg Materials AG, yang membantah pencantuman namanya dan menyatakan tidak lagi beroperasi di wilayah Palestina yang diduduki. Sementara itu, tujuh perusahaan yang sebelumnya masuk daftar dicoret.
Menurut Kantor HAM PBB, seluruh perusahaan yang terdaftar terlibat dalam satu atau lebih dari 10 jenis kegiatan yang menimbulkan perhatian serius terkait dugaan pelanggaran HAM. Sejumlah platform akomodasi yang disebutkan belum memberikan tanggapan atas permintaan komentar Reuters.
Israel menolak putusan pengadilan PBB tahun 2024, dengan alasan Tepi Barat bukan wilayah “pendudukan” melainkan “sengketa.” Namun, mayoritas masyarakat internasional tetap mengacu pada posisi PBB.
Laporan itu menegaskan, perusahaan yang terbukti berkontribusi terhadap dampak negatif HAM wajib menyediakan mekanisme pemulihan yang layak. Mayoritas perusahaan dalam daftar berbasis di Israel, namun terdapat pula perusahaan dari Kanada, Tiongkok, Prancis, hingga negara lain.
Pengawasan atas aktivitas bisnis di permukiman Israel meningkat seiring agresi militer di Gaza dan eskalasi serangan di Tepi Barat yang, menurut Israel, menargetkan militan tetapi juga menewaskan banyak warga sipil.
Daftar tersebut berfokus pada sektor konstruksi, real estat, pertambangan, dan penggalian. Namun lebih dari 300 perusahaan lain masih dalam tahap peninjauan.
Komisaris HAM PBB Volker Türk menekankan laporan ini menjadi pengingat bahwa perusahaan yang beroperasi di wilayah konflik memiliki tanggung jawab uji tuntas agar aktivitas mereka tidak menyumbang pada pelanggaran HAM. Negara-negara juga didesak memastikan hal yang sama.
”Metodologi yang dipakai juga dapat menjadi instrumen penting untuk menilai dampak aktivitas bisnis terhadap HAM di belahan dunia lain,” ungkapnya.
Israel dan Amerika Serikat selama ini mengecam apa yang mereka sebut perhatian berlebihan Dewan HAM PBB terhadap Israel. Hingga kini, Kedutaan Besar Israel di Jenewa belum memberikan komentar atas laporan terbaru itu.
Kelompok masyarakat sipil menilai basis data yang disahkan sejak 2016 merupakan instrumen penting untuk mendorong transparansi aktivitas bisnis di Tepi Barat dan menekan perusahaan agar meninjau ulang operasi mereka.
Permukiman Israel terus berkembang pesat sejak negara itu merebut Tepi Barat dalam perang 1967. Jaringan jalan dan infrastruktur yang dikendalikan Israel semakin memecah belah wilayah tersebut.
Awal pekan ini, Komisi Penyelidikan PBB menyimpulkan bahwa sejak Oktober 2023, kebijakan Israel menunjukkan niat jelas untuk memindahkan paksa warga Palestina, memperluas permukiman Yahudi, dan menganeksasi seluruh Tepi Barat. Israel menolak laporan itu dengan menyebutnya bermotif politik.
Presiden AS Donald Trump pada Kamis menegaskan tidak akan mengizinkan Israel mencaplok Tepi Barat, menolak desakan sejumlah politisi sayap kanan Israel yang ingin memperluas kedaulatan sekaligus menutup peluang berdirinya negara Palestina.

