Bisnis.com, JAKARTA — Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi alias OECD mengerek proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di angka 4,9% atau lebih tinggi dibandingkan dengan proyeksi Juni 2025 yang hanya 4,7%.
Kenaikan proyeksi OECD itu dipicu oleh langkah Bank Indonesia (BI) yang mulai mengambil kebijakan pro pertumbuhan dengan melonggarkan kebijakan moneter serta kinerja investasi yang terus terakselerasi.
“Pelonggaran kebijakan moneter lebih lanjut dan investasi publik yang kuat diharapkan dapat mendukung perekonomian Indonesia, dengan pertumbuhan tahunan sebesar 4,9% diproyeksikan untuk tahun 2025 dan 2026,” tulis laporan OECD Economic Outlook, dikutip Selasa (23/9/2025).Â
Meski demikian, kenaikan proyeksi tersebut masih jauh di bawah ekspektasi. Apalagi pada tahun ini pemerintah mengklaim telah terjadi perbaikan baik dari sisi permintaan atau demand side maupun supplay side. Proyeksi optimistis pemerintah, pertumbuhan ekonomi akan di atas 5%.
Dalam catatan Bisnis, Bank Indonesia (BI) kembali memangkas suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 25 basis poin (bps) pada September 2025 menjadi kini di level 4,75%. Bank sentral tidak menutup peluang untuk menurunkan lagi suku bunga ke depannya.
Gubernur BI Perry Warjiyo memaparkan bahwa pertimbangan untuk menurunkan suku bunga acuan dalam kurun waktu tiga bulan terakhir 2025 akan didasarkan juga pada stabilitas nilai tukar rupiah.
“BI akan terus mencermati prospek pertumbuhan ekonomi dan inflasi dalam memanfaatkan ruang suku bunga BI Rate dengan mempertimbangkan stabilitas nilai tukar rupiah,” terangnya pada rapat hasil Dewan Gubernur (RDG) BI secara virtual, Rabu (17/9/2025).
Menurut Perry, keputusan untuk kembali memangkas BI Rate sejalan dengan upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, tetap rendahnya perkiraan inflasi 2025 pada kisaran 2,5% +_ 1%, serta stabilitasnilai tukar rupiah sesuai fundamental.
Berdasarkan hasil RDG BI yang dilaksanakan 16-17 September 2025 ini, bank sentral memutuskan untuk kembali memangkan kebijakan suku bunga acuan 25 bps menjadi 4,75%.
Kemudian, suku bunga deposit facility juga diturunkan 50 bps menjadi 3,75% dan suku bunga lending facility turun 25 bps menjadi 5,5%.
Gubernur BI dua periode itu mengakui bahwa kebijakan bank sentral sudah diarahkan secara keseluruhan untuk mendorong pertumbuhan (pro-growth), namun dengan tetap menjaga stabilitas dari sisi kebijakan moneter.
“Jadi semua kebijakan kami di BI memang telah all out untuk pro growth dengan tetap menjaga stabilitas dari sisi kebijakan moneter. Suku bunga sudah turun enam kali sejak September dan hari ini kita putuskan ke 4,75%,” paparnya.
Selain kebijakan suku bunga, BI juga melakukan ekspansi likuiditas moneter dengan di antaranya dengan menebar likuiditas ke bank BUMN maupun swasta sebesar Rp384 triliun, menurunkan posisi instrumen utang yang diterbitkan BI yakni Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) sebesar Rp200 triliun, serta membeli instrumen utang atau SBN pemerintah hingga Rp217 triliun dari awal hingga 15 September 2025.
“Semua kami lakukan dengan azas-azas dan prinsip kebijakan moneter yang prudent dan terukur,” terangnya.

