Seoul, CNN Indonesia —
Kedutaan Besar RI (KBRI) di Korea Selatan memastikan dua insinyur warga negara Indonesia (WNI) yang diduga mencoba mencuri data informasi teknologi jet tempur jet tempur KF-21 Boramae tidak ditahan.
Kuasa Usaha Ad Interim KBRI Korsel, Zelda Wulan Kartika, mengatakan investigasi kedua insinyur tersebut masih berlangsung sehingga mereka hanya diminta untuk tidak keluar dari Korsel.
“Mereka bukan ditahan di rumah atau penjara, karena sekarang investigasi masih lanjut jadi mereka diminta tidak keluar Korea,” kata Zelda saat ditemui di KBRI Seoul.
“Ada surat pencekalannya, jadi tidak boleh keluar dari Korea,” imbuh Zelda.
Dia menyebut saat ini penyelidikan belum selesai, namun komunikasi antara pihak Korsel dengan Kementerian Pertahanan RI dan PT Dirgantara Indonesia [PTDI] tetap berjalan.
“Mereka [Korsel] komunikasi langsung dengan PTDI, sehingga PTDI aware dengan apa yang sedang terjadi,” ujar Zelda.
KBRI Korsel juga memastikan proses penyelidikan ini berjalan sesuai aturan dan kedua insinyur itu dalam kondisi baik.
“Kita selalu komunikasi dengan mereka time to time, memastikan mereka dalam keadaan baik,” ungkap Zelda.
Badan Administrasi Program Akuisisi Pertahanan (DAPA) Korea Selatan menuduh dua insinyur dari Indonesia mencoba mencuri data informasi teknologi jet tempur KF-21 Boramae.
Sebanyak dua teknisi yang dikirim dari Indonesia itu sedang dalam penyelidikan usai diduga berusaha mencuri informasi teknologi terkait proyek jet bersama RI-Korsel tersebut.
Para pakar ini bekerja untuk proyek tersebut di Korea Aerospace Industries (KAI). DAPA menyatakan pihak berwenang menangkap mereka pada Januari 2024.
Mereka kedapatan berusaha mengambil file terkait proyek yang disimpan di drive USB, demikian dikutip dari KSB World, Jumat (2/2).
Salah satu pejabat DAPA mengatakan penyelidikan fokus terhadap identifikasi dokumen spesifik yang coba dicuri para pakar tersebut. Salah satu pejabat DAPA mengatakan penyelidikan fokus terhadap identifikasi dokumen spesifik yang coba dicuri para insinyur itu.
KF-21 merupakan proyek bersama Indonesia dan Korsel. RI sepakat untuk menanggung 20 persen dari total biaya senilai 1,7 triliun won.
(dna)