MADANI International Film Festival (Madani Fest) 2025 kembali menegaskan posisinya sebagai festival film dengan kepedulian sosial dan kemanusiaan yang kuat. Dalam edisi ke-8 ini, tema besar Misykat (Ceruk Cahaya) digunakan untuk menyoroti berbagai krisis kemanusiaan di dunia, termasuk krisis Palestina dan perjuangan dekolonisasi di Dataran Sahel, Afrika Barat.
Pilihan Editor: Madani International Film Festival Memotret Keprihatinan Perang di Palestina dan Sudan
Palestina: Luka yang Terus Diceritakan
Sejak awal berdirinya pada 2018, Madani Fest selalu memberi tempat bagi film-film dari dunia Muslim, terutama yang berbicara tentang kemanusiaan dan keadilan. Tahun ini, narasi tentang Palestina kembali mengisi layar festival, menjadi bentuk solidaritas terhadap tragedi kemanusiaan yang tak kunjung berakhir.
Direktur Festival Ahmad Rifki mengatakan, tema Misykat dipilih sebagai respons terhadap awan gelap yang menaungi dunia. “Dalam tema ini, kami ingin bukan hanya menyalakan, tapi juga mengumpulkan dan mengarahkan cahaya itu pada titik terang,” ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta pada Selasa, 7 Oktober 2025.
Beberapa film bertema Palestina menjadi sorotan utama tahun ini, salah satunya All That’s Left of You (2025) karya sutradara Palestina-Amerika Cherien Dabis. Film tersebut mengisahkan perjalanan tiga generasi keluarga Palestina yang bergulat dengan kehilangan, perlawanan, dan harapan di tengah konflik berkepanjangan.
Madani Fest memandang penayangan film-film ini bukan sekadar bentuk simpati, tetapi sebagai tindakan kultural untuk menjaga ingatan dan mengembalikan kemanusiaan yang kerap terpinggirkan. “Film-film ini adalah bagian dari upaya kami menjaga cahaya empati agar tetap hidup,” tambah Rifki.
Anggota Dewan Madani, Garin Nugroho, mengatakan pentingnya peran film sebagai sarana refleksi moral. “Film sebagai gambar hidup menghidupi beragam kehidupan untuk memusatkan pandangan pada kehidupan yang lebih baik, seperti senter di tengah gelap,” katanya dalam pesan video yang ditayangkan saat konferensi pers.
Sahel: Dekolonisasi dan Akar Peradaban Islam
Selain Palestina, Madani Fest 2025 juga memberi sorotan pada Dataran Sahel (Sahel Plateau) di Afrika Barat sebagai Focus Country. Wilayah ini mencakup Burkina Faso, Senegal, Mali, dan Nigeria, kawasan yang menyimpan sejarah panjang peradaban Islam sekaligus luka akibat penjajahan dan konflik modern.
Program ini dikurasi oleh Bunga Siagian dan Yuki Aditya, yang menampilkan lima film dari sineas Sahel. Film-film tersebut mengangkat perjuangan masyarakat pascakolonial untuk menemukan kembali jati diri budaya dan spiritualitas mereka di tengah ketimpangan ekonomi dan ketegangan sosial.
Dalam catatan kuratorial, Sahel dipilih bukan hanya karena kedekatan historisnya dengan Islam, tetapi juga karena gejolak dekolonisasi yang sedang berlangsung, sebuah perjuangan yang relevan dengan tema Misykat. “Sahel adalah tempat di mana kegelapan kolonial masih terasa, tetapi juga di mana cahaya peradaban Islam berakar. Kami ingin menghadirkan film-film yang menunjukkan upaya masyarakatnya memelihara cahaya itu,” tulis para kurator.
Madani Fest 2025 menjadikan layar sebagai ruang renungan dan solidaritas, di mana kisah-kisah penderitaan diubah menjadi refleksi dan harapan. Tema Misykat menegaskan arah itu, dalam kegelapan dunia modern, festival ini berupaya mengumpulkan cahaya kecil dari berbagai belahan dunia, termasuk dari Palestina dan Sahel, agar tidak padam.
Madani Fest 2025 akan berlangsung pada 8 hingga 12 Oktober 2025 di Taman Ismail Marzuki, Epicentrum XXI, Metropole XXI, dan Universitas Bina Nusantara (BINUS).

