Bisnis.com, JAKARTA – Kenaikan harga saham emiten kesehatan dinilai hanya sebagai euforia semata di tengah meningkatnya lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan terdapat 486 kasus Covid-19 yang terkonfirmasi pada Rabu (20/12/2023). Sebanyak 144 orang dinyatakan sembuh dan kasus meninggal mencapai 4 orang pada hari ini, dengan total kasus aktif mencapai 2.886.
Seiring dengan hal itu, Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat indeks sektor kesehatan alias IDX Sector Healthcare sempat menguat sebesar 1,61% ke 1.375,27 pada Selasa (19/12). Namun, kemarin indeks tersebut ditutup melemah 0,29% menuju level 1.371,34.
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta mengatakan sejumlah saham emiten kesehatan memang mengalami kenaikan harga saham secara tajam. Namun, secara simultan, kenaikan ini membuat kondisi sahamnya mengalami overbought.
Jika dilihat dari indikator Stochastic Relative Strength Index (RSI), Nafan menyebutkan bahwa saham-saham emiten kesehatan yang mengalami pelonjakan sudah terlampau overbought. Saat bersamaan, price to earnings ratio (PER) juga cukup premium.
“Jadi, hanya memanfaatkan euforia terkait dengan lonjakan kasus Covid-19 yang terjadi. Padahal, secara kinerja fundamental, masih belum mendukung,” ujarnya kepada Bisnis.
Menurutnya, satu-satunya saham emiten kesehatan yang dapat diperhatikan oleh investor adalah PT Kalbe Farma Tbk. (KLBF). Nafan mengatakan pergerakan saham KLBF jauh lebih stabil baik dari sisi penurunan harga maupun kenaikannya.
“Sebenarnya kalau untuk investasi jangka panjang itu lebih cocok. Belum lagi KLBF ini termasuk emiten yang rajin membagikan dividen,” pungkasnya.
Tak cuma itu, dia juga menilai KLBF merupakan salah satu emiten kesehatan yang memiliki kinerja fundamental cukup stabil. Sentimen positif juga datang dari rencana bank sentral Amerika Serikat (AS), The Fed, untuk mulai menerapkan kebijakan soft landing pada 2024.
Nafan menilai melunaknya kebijakan suku bunga The Fed akan memberikan sentimen positif terhadap emiten-emiten farmasi, tak terkecuali KLBF, yang memanfaatkan kegiatan ekspor-impor bahan baku untuk memproduksi obat-obatan.
“Soft landing policy akan diterapkan The Fed mulai tahun depan sehingga membuat dolar AS terdepresiasi dan emiten yang memanfaatkan ekspor-impor bahan baku untuk pembuatan produk obat-obatan akan mendapatkan benefit dari depresiasi dolar AS tersebut,” kata Nafan.
Mirae Asset Sekuritas merekomendasikan investor untuk mengakumulasi saham KLBF dengan target harga atau target price di level Rp1.960 dan support di posisi 1.550. Hari ini, saham KLBF ditutup melemah 2,71% menuju level Rp1.615 per lembar.
Pada bagian lain, saham Itama Ranoraya (IRRA) telah melesat 62,62% hanya dalam sepekan terakhir dan parkir di level Rp870 per saham pada Rabu, (20/12/2023). Adapun, saham IRRA juga melonjak 25% selama dua hari beruntun kemarin.
Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana mengatakan, volume saham IRRA yang sudah cenderung menurun dibanding hari sebelumnya dan Stochastic yang sudah berada di area overbought dan rawan deadcross.
“Rekomendasi speculative buy untuk saham IRRA dengan level support Rp965 dan level resisten Rp1.060 per saham,” ujar Herditya kepada Bisnis, Rabu, (20/12/2023).
_______________________
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google
News