Jakarta, CNN Indonesia —
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil suami penyanyi Maia Estianty, Irwan Daniel Mussry dalam sidang eks Kepala Bea Cukai Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Eko Darmanto pada Selasa (4/6) mendatang.
Eko Darmanto merupakan terdakwa kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Kaitan dengan dakwaan penerimaan gratifikasi dari terdakwa Eko Darmanto, tim jaksa yang diwakili Eko Wahyu Prayitno mengagendakan pemanggilan dan pemeriksaan saksi diantaranya Irwan Daniel Mussry (Swasta/Direktur PT Time International) untuk hadir memberikan keterangan di hadapan Majelis Hakim,” ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulis, Jumat (31/5).
Persidangan itu digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jawa Timur.
Ali menyebut KPK berharap Irwan dapat menghadiri persidangan itu secara langsung ataupun offline.
“Panggilan ini adalah yang kedua, maka KPK ingatkan untuk kooperatif hadir,” kata Ali.
Dalam kesempatan itu, Ali menyebut pihaknya juga melakukan pemindahan tempat penahanan Eko Darmanto ke Rutan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur cabang Rutan Kelas I Surabaya. Hal itu sejalan dengan penetapan dari Majelis Hakim pada Kamis (30/5).
Upaya pemindahan dilakukan dalam rangka efektivitas proses persidangan yang diagendakan setiap Selasa dan Jumat.
“Proses pemindahan dilaksanakan sesuai prosedur dengan pengawalan langsung dari tim jaksa dan pengawal tahanan serta kepolisian,” kata Ali.
Sebelumnya, lembaga antirasuah telah memeriksa Irwan Daniel Mussry sebagai saksi terkait kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan TPPU yang menjerat Eko Darmanto pada Rabu (20/9/2023) lalu.
Irwan dicecar pertanyaan oleh penyidik terkait kegiatan impor yang dilakukan perusahaannya. Kendati demikian, Irwan membantah pemeriksaannya di KPK terkait dengan jual beli jam tangan mewah dengan Eko Darmanto.
Adapun Eko Darmanto didakwa menerima gratifikasi dan melakukan TPPU. Ia diduga menerima uang dari para pengusaha dengan total nilai Rp23.511.303.640,24 (Rp23,5 miliar) selama menjabat.
Masih dalam dakwaan disebutkan, Eko didakwa menerima gratifikasi dari sejumlah pihak antara lain; Andri Wirjanto sebesar Rp1,37 miliar, Ong Andy Wiryanto Rp6,85 miliar, David Ganianto dan Teguh Tjokrowibòwo sebesar Rp300 juta dan Lutfi Thamrin serta M. Choiril sebesar Rp200 juta.
Lalu, dari Irwan Daniel Mussry Rp100 juta, Rendhie Okjiasmoko Rp30 juta, Martinus Suparman Rp930 juta, Soni Darma Rp450 juta, Nusa Syafrizal melalui Ilham Bagus Prayitno sebesar Rp250 juta dan Benny Wijaya Rp60 juta.
Selain itu, terdapat pula nama S. Steven Kurniawan sebesar Rp2,3 miliar, Lin Zhengwei dan Aldo Rp204,3 juta. Serta ada pengusaha yang tidak diketahui namanya memberi Rp10,9 miliar.
“Atau setidak-tidaknya sekitar jumlah itu, yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya yaitu penerimaan tersebut berhubungan dengan jabatan terdakwa selaku Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) pada Kantor Bea dan Cukai Kementerian Keuangan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya,” ujar jaksa.
Perbuatan terdakwa tersebut, tambah jaksa, merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Selain dijerat dengan pasal gratifikasi, terdakwa juga dijerat oleh komisi antirasuah dengan pasal tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
“Perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP,” kata jaksa.
Merespons dakwaan jaksa, pengacara terdakwa, Gunadi Wibakso mengaku tidak mengajukan nota keberatan atau eksepsi. Pihaknya lebih memilih untuk langsung melakukan pembuktian.
(pop/pmg)