PEMENTASAN teater Bunga Penutup Abad kembali digelar oleh Titimangsa bekerja sama dengan Bakti Budaya Djarum Foundation. Pertunjukan ini merupakan adaptasi dari dua novel pertama tetralogi Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia dan Anak Semua Bangsa, yang akan dipentaskan pada 29–31 Agustus 2025. Setelah sukses diselenggarakan pada 2016, 2017, dan 2018, produksi kali ini hadir bertepatan dengan peringatan HUT RI ke-80 dan 100 tahun kelahiran Pramoedya.
Tak hanya menghadirkan kembali kisah legendaris Minke, Annelies, dan Nyai Ontosoroh, pementasan tahun ini juga menawarkan sejumlah pengalaman baru. Dari penyegaran naskah hingga tata panggung, serta dedikasi para aktor lintas medium, Bunga Penutup Abad berupaya menghadirkan pengalaman berbeda bagi penonton.
Naskah yang Diperbarui
Sutradara Wawan Sofwan mengakui sempat ragu ketika ditawari kembali untuk menggarap Bunga Penutup Abad. Pertanyaan yang muncul pertama kali adalah apakah naskah perlu diubah atau dibuat sama. Setelah melalui perenungan, Wawan memutuskan bukan sekadar mengubah, melainkan menambahkan dimensi baru yang memperkuat struktur dramatik cerita.
“Ada kebaruan pada naskah kami. Saya mau otak-atik lagi naskah untuk memperkuat struktur dramatiknya. Ceritanya akan terus relevan bagi zaman sekarang, terutama bagi generasi muda,” ujar Wawan dalam konferensi pers pada Jumat, 15 Agustus 2025.
Salah satu penambahan penting adalah penggambaran trauma psikologis Annelies. Adegan yang memperlihatkan kerentanan tokoh ini diangkat untuk memperdalam sisi manusiawi dan memperkuat empati penonton. Selain itu, penggunaan rotating stage atau panggung berputar juga menjadi tawaran baru, memberi transisi lebih mulus sekaligus memperkaya dimensi visual pementasan.
Totalitas dan Komitmen Aktor di Panggung Teater
Perubahan juga terlihat dari jajaran pemeran. Tokoh Nyai Ontosoroh kini diperankan langsung oleh Happy Salma, yang sebelumnya berperan sebagai produser. Jean Marais dimainkan oleh Andrew Trigg menggantikan Lukman Sardi, sementara Sajani Arifin mengisi peran May Marais yang dahulu dimainkan oleh Sabia Arifin. Reza Rahadian dan Chelsea Islan tetap kembali sebagai Minke dan Annelies, namun keduanya menekankan bahwa penampilan kali ini membawa lapisan baru dari karakter yang mereka mainkan.
Happy Salma mengakui, mencari aktor lintas medium untuk teater bukan perkara mudah. Komitmen waktu yang panjang dan intensitas latihan kerap membuat aktor layar enggan terjun ke panggung. Namun, deretan pemain kali ini justru menunjukkan kesungguhan mereka.
“Sulit sekali mencari aktor lintas media. Tapi saya percaya diri,” ungkap Happy. “Ada Reza Rahardian yang mau memberikan waktu banyak dan totalitas begitu juga Chelsea, dengan keinginan yang besar. Ada Sajani yang mau belajar bahasa Prancis, bahkan ada Andrew yang sudah bertahun-tahun jadi sutradara mau lagi kembali ke panggung.”
Chelsea Islan menambahkan bahwa selain penyesuaian naskah, para aktor juga harus beradaptasi dengan perubahan tata panggung. “Banyak sekali hal-hal penyesuaian baru. Dari komposisi artistik sampai perubahan tata letak panggung. Tapi justru di situ letak tantangannya, bagaimana kami bisa membawa rasa baru untuk penonton,” ujarnya.
Bagi Reza Rahadian, tantangan utamanya adalah bagaimana menghadirkan Minke dengan perspektif baru. “Saya merasa punya tanggung jawab bukan mengganti karakter, tapi menonjolkan lapisan yang berbeda dari Minke. Penonton akan mendapat pengalaman berbeda dari sebelumnya,” ungkap Reza.
Pilihan Editor: Cara Reza Rahadian Menjaga Api Demokrasi

