Jakarta, CNN Indonesia —
Israel mengklaim operasi militernya di Rafah, Gaza, tidak menimbulkan risiko kehancuran penduduk sipil Palestina setelah pengadilan tinggi PBB memerintahkan Negara Zionis itu menghentikan serangannya.
Mahkamah Internasional memutuskan pada hari Jumat (24/5), bahwa Israel harus menghentikan kegiatan “yang dapat menimbulkan kondisi kehidupan kelompok Palestina di Gaza yang dapat menyebabkan kehancuran fisik secara keseluruhan atau sebagian”.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Israel menolak alasan yang diberikan oleh pengadilan tersebut, dan bersikeras bahwa operasi militernya di Rafah sejalan dengan hukum internasional.
“Israel belum dan tidak akan melakukan tindakan militer di wilayah Rafah yang dapat menimbulkan kondisi kehidupan penduduk sipil Palestina di Gaza yang dapat menyebabkan kehancuran fisik secara keseluruhan atau sebagian,” kata Penasihat Keamanan Nasional Israel Tzachi Hanegbi dalam pernyataan bersama, dikutip dari AFP.
Pengadilan juga memerintahkan Israel untuk tetap membuka penyeberangan Rafah antara Mesir dan Gaza, yang ditutup awal bulan ini saat dimulainya serangan terhadap kota tersebut.
“Israel akan terus mengizinkan penyeberangan Rafah tetap terbuka bagi masuknya bantuan kemanusiaan dari sisi perbatasan Mesir, dan akan mencegah kelompok teror mengendalikan jalur tersebut,” tambah pernyataan Israel.
Afrika Selatan membawa kasus ini ke ICJ dengan tuduhan bahwa serangan Israel di Gaza melanggar Konvensi Genosida PBB tahun 1948 – sebuah tuduhan yang dibantah keras oleh Israel.
“Tuduhan genosida yang diajukan oleh Afrika Selatan terhadap Israel di Mahkamah Internasional di Den Haag adalah salah, keterlaluan dan menjijikkan secara moral,” tambah pernyataan Israel.
Perintah ICJ mengikat secara hukum, namun pengadilan tidak memiliki mekanisme penegakan langsung.
Hamas menyambut baik keputusan tersebut, hanya menyesali bahwa keputusan tersebut hanya berlaku di Rafah dan tidak seluruh Jalur Gaza.
(AFP/fra)