Jakarta, CNN Indonesia —
Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Haris Azhar menduga pemberian izin kelola tambang bagi ormas keagamaan merupakan politik balas budi Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Saya khawatir, secara psikologis melihatnya seperti itu (balas budi politik Jokowi),” kata Haris dalam Political Show CNN Indonesia TV, Senin (11/6).
Haris lantas menceritakan pengalamannya ketika berkunjung ke Kalimantan Timur dan Konawe, Sulawesi Tenggara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengaku menjumpai ormas dengan seragam yang berbeda setiap 10 menit sekali.
“Jadi praktik menggunakan ormas untuk neken bagi jatah, minta jatah mau ini mau itu sudah banyak. Persoalannya justru itu kita harus tertibkan,” ujarnya.
Menurut dia, banyaknya ormas yang minta jatah ke perusahaan pertambangan merupakan bentuk ketidakprofesionalan dalam praktik tambang.
“Gara-gara banyak yang haus, lubang baru dibuka. Lubang baru dibuka lagi. Padahal kebutuhan kita soal batu bara mungkin enggak sebanyak itu,” ucap Haris.
“Negara harus memfasilitasi ormas keagamaan dalam rangka menyelamatkan ekologi,” imbuhnya.
Staf Khusus Bidang Hubungan dengan Daerah BKPM Tina Talisa membantah pemberian izin ormas keagamaan mengelola tambang merupakan politik balas budi.
“Menurut saya pembuktiannya adalah nanti berjalannya waktu ormas mana saja yang menerima mungkin akan terlihat ormas yang selama ini tidak dukung pemerintah tapi juga misalnya menerima,” katanya.
Presiden Jokowi memberikan karpet merah terhadap organisasi keagamaan untuk mendapatkan izin kelola tambang.
Hal ini termaktub dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Dalam aturan tersebut terdapat Pasal 83A yang memberikan kesempatan bagi ormas agama untuk memiliki WIUPK.
Beberapa organisasi menyambut baik, namun ada beberapa yang menolak. Adapula yang masih mengkaji hal tersebut.
(gil)