Tuesday, March 18, 2025
Google search engine
HomeNasionalBegini Klaim Baleg DPR Soal Peran Publik setelah Watimpres Jadi DPA

Begini Klaim Baleg DPR Soal Peran Publik setelah Watimpres Jadi DPA

TEMPO.CO, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Luluk Nur Hamidah mengklaim, perubahan Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA) bisa membuka ruang pengawasan publik terhadap lembaga itu. Menurut anggota DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini, perubahan bisa menjadi momentum bagi masyarakat untuk menjadi bagian penting bersama pemerintah. “Masyarakat menjadi bagian penting yakni melakukan fungsi kontrol terhadap jalannya pemerintahan,” kata Luluk saat ditemui wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, pada Rabu, 10 Juli 2024.

Baleg DPR menyepakati revisi Undang-undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden dibawa ke sidang paripurna. Nantinya, status dewan pertimbangan ini beralih dari lembaga pemerintah menjadi lembaga negara sehingga akan berkedudukan sejajar dengan presiden. 

Jika dewan pertimbangan masuk kategori pemerintah, lembaga ini berada dalam cabang kekuasaan eksekutif dan posisinya di bawah presiden. Di sisi lain, jika dewan pertimbangan diklasifikasikan sebagai lembaga negara, maka ia berdiri sendiri dan memiliki kedudukan yang sama dengan presiden. 

BACA JUGA:   Dihadiri Narasumber dari Kementerian PAN-RB, BP Batam Upayakan Peningkatan Indeks Reformasi Birokrasi Lewat FGD - BP Batam

Luluk Nur Hamidah menyebut, seleksi anggota DPA nantinya, setelah revisi undang-undang, bakal lebih ketat jika dibandingkan dengan seleksi anggota Wantimpres. “Justru masyarakat punya hak juga untuk memantau, bahkan mengoreksi kalau ternyata ada penyimpangan dalam pemerintahan,” ujarnya. 

Luluk menyebutkan, jumlah anggota DPA nantinya bergantung pada kebijaksanaan presiden dengan mempertimbangkan kehendak rakyat. Berdasarkan Pasal 7 draf revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden yang dilihat Tempo, jumlah anggota DPA ditetapkan sesuai dengan kebutuhan presiden. Ketua juga dapat dijabat secara bergantian di antara anggota yang ditetapkan oleh presiden.

Luluk menuturkan, masyarakat dapat membatasi sikap sewenang-wenangan presiden dalam menentukan jumlah anggota DPA. “Kewenangan itu tetap terukur, walaupun dipersilakan pada presiden. Kan., ada publik yang juga melakukan pengawasan,” ucapnya.

BACA JUGA:   Gibran Analogikan Kebun Binatang untuk Wajib Pajak, Abdurrahim Arsyad Kesal

Lebih lanjut, Luluk menilai perubahan nomenklatur ini bisa menjadi salah satu cara presiden untuk meminimalisir keikutsertaan orang-orang yang tak berkompeten di lingkaran Istana. “Biar tidak ada tim-tim lain yang enggak jelas,” tuturnya. Namun dia tidak menyebutkan siapa yang dimaksud. 

Iklan

Dalam kesempatan terpisah, pakar hukum tata negara dari Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Bivitri Susanti, menyebut wacana perubahan Wantimpres menjadi DPA mengindikasikan adanya upaya bagi-bagi jatah jabatan dalam kabinet Prabowo Subianto mendatang. “Saya menduga para elit sedang mencari wadah bagi para mantan presiden,” kata Bivitri dalam pesan suara yang diterima Tempo melalui aplikasi perpesanan WhatsApp pada Selasa, 9 Juli 2024.

Menurut Bivitri, pembentukan DPA ini hanya untuk memberikan jabatan baru bagi para mantan penguasa. Bahkan, kata dia, Wantimpres yang kini sudah terbentuk pun diisi oleh elit politik yang fungsinya tidak signifikan. “Mereka dikasih fasilitas dan gaji. Tapi, enggak jelas tugasnya,” ujarnya. 

BACA JUGA:   Top 3 Sports: Jatim Kalahkan Aceh di PON, Thom Haye Diblok Heerenveen

Dewan pertimbangan jenis ini, kata Bivitri, berpotensi diduduki oleh orang-orang yang dianggap berjasa kepada presiden. Selain itu, lembaga tersebut bisa dijadikan tempat penampungan bagi para tokoh politik yang jenjang kariernya sudah buntu. “Dugaannya, ini untuk ‘bagi-bagi kue’ lebih besar. Ini patut ditolak,” tuturnya. 

Peneliti Pusat Studi Antikorupsi Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, juga mengkritik pembentukan DPA. Menurut dia, gagasan DPA ini sudah ada sejak munculnya gagasan presidential club. “Dewan Pertimbangan Agung yang didesain itu hanya untuk bagi-bagi jatah kekuasaan,” kata Herdiansyah.

Pilihan Editor:

TNI akan Buka Rekrutmen Khusus untuk Prajurit Satuan Siber



Source link

BERITA TERKAIT

BERITA POPULER