Wednesday, November 5, 2025
Google search engine
HomeEkonomi BisnisPemerintah Shutdown, Ekonomi AS Terancam Efek Domino

Pemerintah Shutdown, Ekonomi AS Terancam Efek Domino



Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah Amerika Serikat resmi mengalami penutupan (shutdown) setelah Kongres gagal meloloskan rancangan pendanaan hingga tenggat tengah malam. Hal ini akan memicu efek domino terhadap perekonomian AS, mulai dari pemutusan hubungan kerja (PHK) hingga pelemahan sentimen konsumen.

Melansir Bloomberg pada Rabu (1/10/2025), ini merupakan penutupan pertama dalam hampir tujuh tahun dan yang ketiga di era pemerintahan Presiden Donald Trump.

Kantor Anggaran Gedung Putih memerintahkan lembaga-lembaga federal mulai menjalankan rencana darurat akibat kekosongan anggaran. Penutupan ini membuat ratusan ribu pekerja federal dirumahkan dan berbagai layanan publik terganggu, kecuali yang bersifat esensial.

Kebuntuan antara Partai Demokrat dan Republik terkait subsidi kesehatan membuat shutdown berpotensi berlangsung lama. Jika berlangsung hingga tiga pekan, tingkat pengangguran bisa melonjak ke kisaran 4,6%–4,7% dari 4,3% pada Agustus, menurut perkiraan Bloomberg Economics.

BACA JUGA:   Ellen DeGeneres Digugat Atas Dugaan Kelalaian Berkendara

Kebuntuan politik ini pun diperkirakan memicu efek domino terhadap perekonomian Amerika Serikat, mulai dari pemutusan hubungan kerja (PHK), penurunan sentimen konsumen, hingga tertundanya rilis data ketenagakerjaan penting.

Melansir Al Jazeera, pemerintah federal, yang merupakan pemberi kerja terbesar di AS, telah menginstruksikan lembaga-lembaga untuk menyiapkan surat pemberitahuan PHK bagi program yang kehabisan dana atau dianggap bukan prioritas oleh Gedung Putih. Namun, memo tersebut tidak menjelaskan secara rinci kategori prioritas tersebut.

Peneliti kebijakan di Stanford Institute of Economic Policy Research Daniel Hornung menegaskan Presiden Donald Trump tidak memiliki kewenangan hukum untuk melakukan PHK permanen lewat skema Reduction In Force (RIF) hanya karena shutdown. “RIF membutuhkan pemberitahuan 30 hingga 60 hari sebelumnya. Jika dipaksakan, kemungkinan besar akan digugat di pengadilan,” katanya.

Selain ancaman PHK permanen, sekitar 750.000 pekerja federal non-esensial juga berisiko mengalami cuti paksa tanpa bayaran (furlough) sepanjang penutupan berlangsung. 

BACA JUGA:   Kontroversi Jennie BLACKPINK dan Vape di Ruangan, Fans: Dia Cuma Orang Dewasa yang Merokok

Tekanan semakin besar lantaran lebih dari 150.000 pegawai federal juga diperkirakan hengkang tahun ini melalui program buyout massal, menjadikannya gelombang pengurangan pegawai terbesar dalam hampir delapan dekade.

Data Tenaga Kerja Tertunda

Penutupan Pemerintahan AS juga mengancam penundaan rilis laporan ekonomi vital. Departemen Tenaga Kerja AS dijadwalkan merilis klaim pengangguran mingguan pada Kamis (2/10/2025) dan laporan ketenagakerjaan bulanan pada Jumat (3/10/2025), yang mencakup jumlah penciptaan lapangan kerja dan tingkat pengangguran. 

Tanpa data ini, The Federal Reserve akan kehilangan salah satu indikator kunci dalam menentukan arah suku bunga. Padahal, pasar tenaga kerja AS sudah menunjukkan pelemahan. Pada Agustus, ekonomi hanya menambah 22.000 pekerjaan, jauh di bawah tren normal. Kondisi ini menjadi salah satu alasan The Fed memangkas suku bunga 25 basis poin pada September.

BACA JUGA:   Pilihan Politik Beda, Anak Nekat Aniaya Orang Tua di Palembang Usai Debat Capres

“Risikonya adalah, ekonomi saat ini berada di posisi yang rapuh. Berbeda dengan shutdown tahun 2013 atau 2018 ketika ekonomi masih relatif kuat. Sekarang, pasar tenaga kerja melemah, inflasi tetap tertekan akibat tarif, dan ketahanan ekonomi sedang diuji,” ujar Hornung.

Dampak Pasar

Secara historis, pasar keuangan relatif kebal dari dampak shutdown karena investor menilai penutupan pemerintah hanya bersifat sementara. Namun, kali ini situasinya berbeda. 

Rencana PHK permanen di tengah kebijakan tarif Presiden Trump bisa meningkatkan tekanan terhadap dunia usaha sekaligus memperburuk sentimen investor.

“Biasanya, pelaku pasar melihat shutdown sebagai gangguan sementara. Tetapi, jika dikombinasikan dengan pemangkasan tenaga kerja permanen dan tekanan tarif, dinamika saat ini lebih kompleks,” tambah Hornung.



Source link

BERITA TERKAIT

BERITA POPULER