Thursday, April 17, 2025
Google search engine
HomeEkonomi BisnisNi Nyoman Rida Bimastini Pendiri Magi Farm, Mengurai Masalah Besar di Bali...

Ni Nyoman Rida Bimastini Pendiri Magi Farm, Mengurai Masalah Besar di Bali Mengandalkan Organisme Kecil


Bisnis.com, DENPASAR—Di atas lahan seluas 100 meter persegi di daerah Batubulan, Kabupaten Gianyar, Ni Nyoman Rida Bimastini menyebarkan gairah optimisme baru penanganan sampah di Bali. Di lahan yang berada di samping bengkel mebel kayu tersebut, dia tidak jijik memegangi magot-magot di dalam kotak berwarna biru.  

Ada puluhan kotak penampung organisme mirip belatung itu.  Nyoman Rida Bimastini atau Ima adalah salah satu pendiri Magi Farm, usaha rintisan yang bergerak di jasa manajemen pengolahan sampah makanan di Bali memanfaatkan magot. Magot merupakan larva jenis lalat Black Soldier Fly (BFS) atau Hermetia Illucens. Magot mirip belatung tetapi tidak dapat menularkan pathogen ke manusia. Perbedaan dengan belatung, warna magot cenderung cokelat muda, dan memiliki kandungan nutrisi tinggi untuk pakan ternak dan pupuk.

Magot diklaim bisa memakan sampah organik 2 sampai 5 kali bobot tubuhnya selama 24 jam. Metode penguraian ini tidak menimbulkan efek samping. Larva maggot yang mengurai akan mati, dan bisa digunakan sebagai makanan ternak.

 “Sewaktu awal melihat ini, wah ternyata ada begini. Ya sudah kami coba untuk membuktikan benar-benar di rumah, dan benar sampah tidak ada sisa lagi,” ujarnya ketika ditemui Bisnis pada akhir pekan Oktober lalu.

Magi Farm dapat disebut satu-satunya jasa pengelola sampah sisa makanan menggunakan magot di Pulau Dewata. Di pulau berpenduduk 4,4 juta jiwa ini ini, cukup banyak jasa pengola sampah. Hanya saja, sebagian besar fokus dengan sampah plastik. Masih sangat jarang menangani sampah rumah tangga khususnya sisa makanan. Oleh karena itu, metode Magi Farm mulai digemari masyarakat. Dikarenakan, penanganya solutif, dan tidak memunculkan bau tidak sedap. Bahkan, sampah masih dapat diolah menjadi kasgot atau kompos dari sisa penguraian.

Magi Farm menawarkan dua skema layanan. Pertama, penjemputan sampah organik yang telah dipilah setiap dua atau tiga hari sekali. Pelanggan akan mendapatkan bak untuk sampah yang akan diambil. Sampah itu dijemput dan diurai oleh magot di lokasi milik Magi Farm.

Kedua, layanan menyeluruh, yakni pelanggan membuat instalasi sendiri di tempatnya. Magi Farm akan memberikan bayi magot. Pelanggan menyediakan sampah organik untuk diurai magot. Setiap beberapa hari, petugas Magi Farm magot yang telah dewasa dengan bayi magot. 

Untuk menikmati fasilitas tersebut, pelanggan harus membayar. Tarifnya berbeda tergantung jenis usaha dan rumah tangga serta lama berlanggan. Syarat di dua skema itu, sampah harus benar-benar sudah dipilah dari sedari awal. Usaha rintisan ini didirikan oleh Ima bersama I Putu Soma Rolandwika atau Soma pada akhir 2020. 

“Waktu itu lihat sampah di Bali luar biasa tapi gaung penangananya kok biasa-biasa saja. Khususnya sampah sisa makanan justru tidak diseriusi. Kami berpikir seharusnya sampah menjadi tanggung jawab masing-masing dari awal,” ujarnya.

Dari kegelisahaan itu, Ima berpikir bagaimana supaya pengolahan sampah tidak menyisakan di TPA tapi benar-benar habis. Dia sempat mencoba teknik composting. Akan tetapi hasilnya tidak memuaskan. Proses dianggap belum sesuai harapannya. Muncullah informasi soal budidaya magot. Ima kemudian mencari magot ke peternak lokal. Dari situ dia memperoleh gratis 5 kg magot. Bermodal pemberian itu, magot itu mulai dibudidayakan. Ima meminjam lahan seluas 100 meter persegi milik orang tua Soma yang ditempati sekarang.

BACA JUGA:   Akhir Pekan Ini WayV Konser di Jakarta, Mengenal Hendery WayV yang Baru Saja Genap 25 Tahun

“Kami benar-benar nol tidak tahu, cuma bisa mengandalkan informasi dari youtube saja danya sudah jalan. Sebenarnya lucu juga karena sampah ini paling tidak diurus, tapi ini kan tanggung jawab bersama,” jelasnya.



#Dua Tahun Korek Sampah#

Saat awal mendirikan Magi Farm, motivasi utamanya untuk mengurai sampah lenyap. Belum ada keinginan bisnis. Walhasil, selama periode 2020 sampai 2022, Ima bersama Soma harus merogoh kocek gaji bulananya sebagai karyawan di organisasi nirlaba di Ubud. Itu terjadi karena pendapatan dari budidaya magot sangat minim. Harga jualnya hanya Rp7.000 per kg. Sementara hasil produksi magot juga masih mini.

“Kami tetap bertahan karena misi karena sampah makanan dibuang ke TPA semua. Padahal sampah makanan ini sudah bau, dan orang tidak mau urus tetapi karena semangat idealism tadi dan tidak paham kalau akhirnya bisa jual jasanya,” ungkapnya.

Ima bercerita selama periode itu, merupakan perjuangan berat. Mereka belum paham tentang rantai distribusi magot dari hulu sampai. Dia bercerita sangat kesusahan mendapatkan pasokan makanan buat magot. Organisme ini butuh makanan sangat banyak dan harus organik. Tidak bisa bercampur dengan bahan anorganik. Kata Ima, lika-liku mendapatkan pasokan inilah yang sangat berat. Penyebabnya, kesadaran pemilahan sampah dari rumah tangga di destinasi tujuan wisata ini ternyata masih sangat minim.

Ima menuturkan sempat menjalin kerja sama dengan jasa pengangkutan sampah. Namun, problemnya jasa angkut sampah tidak memilah. Dia pun ganti strategi menjalin kerja sama dengan depo penerimaan sampah. 

“Waktu itu levelnya sampai korek-korek sampah di depo. Kami sudah minta tolong ke bosnya supaya dipisahkan sampah organik dan tidak organik, tapi yang angkut kan anak buahnya. Ya terpaksa kami harus korek-korek sampah sendiri,” tuturnya.

Ima berujar sempat mencoba membeli langsung dari tempat penampungan sampah. Akan tetapi baru tiga hari berjalan memutuskan berhenti. Pasalnya, sampah yang dipilah sudah banyak terkontaminasi dan tidak dapat dikonsumsi magot.

Strategi digantinya dengan menggandeng langsung penghasil sampah. Salah satu hotel d kota Denpasar bersedia. Selamat empat bulan Magi Farm menempatkan ember untuk sampah organik atau sisa makanan. Sistem ini sempat dikira akan berhasil. Kenyataanya, bukannya semakin baik justru menambah beban kerja mereka. Setiap malam Ima dan Soma harus bergantian memilah, kemudian mengangkut dari hotel ke lokasi penampungan di luar kota Denpasar. Syukurnya saat itu karena mereka dapat pinjaman mobil milik orang tua Soma.

“Setiap jam 8 malam kita korek-korek sampah memakai masker terus masukin ke ember. Padahal kami sudah minta supaya dipilah. Waktu itu ibu saya sampai bilang kamu disekolahkan di UGM tamatnya kok kerja begini [memilah sampah]. Tapi karena ini komitmen ya saya tertawa saja,” jelas Ima sambil tertawa.

BACA JUGA:   5 Fakta Neymar Pulang ke Santos

Sistem ini terus dilakoni hingga akhir 2022. Periode itu,menurutnya secara tidak langsung menjadi masa research and development (RnD). Dari pengalaman itulah, terhitung sejak 2023, Ima dan Soma memperoleh solusi berupa skema jasa dan langganan. Pada tahun itu juga, keduanya memutuskan fokus dengan Magi Farm, dan berhenti dari tempat bekerjanya saat itu. Keputusan ini sempat disayangkan oleh beberapa temannya. Mereka bahkan dianggap gila karena lebih menekuni budidaya magot. 

Namun, Ima pantang menyerah. Dia merekrut pegawai milenial untuk perkuat tim. Kebetulan pada tahun itu mereka mendapatkan dana dari keikutsertaan pitching kompetisi usaha rintisan. Magi Farm pun mulai dibenahi secara manajemen dan operasional. Untuk pemasaran Ima mulai berani menawarkan skema jasanya lewat Instagram dan whatsapp. Supaya calon pelanggan tertarik, Magi Farm memberikan free trial 2 minggu. Tim Magi Farm akan menjemput sampah setiap dua atau tiga hari sekali ke rumah pelanggan. Setelah itu, jika tertarik pelanggan harus subscribe. Mereka juga mengikuti tender di beberapa hotel. 

Titik balik terjadi ketika TPA terbesar di Bali yakni TPA Suwung terbakar pada pertengahan 2023 dan harus ditutup. Kebakaran TPA Suwung disebabkan gas metan yang tertanam di tumpukan sampah. Peristiwa itu secara langsung mengedukasi masyarakat. Banyak dari warga yang sampahnya tidak terangkat petugas, mulai berpikir memilah sejak awal. Saat itu, mulai banyak pelanggan rumah tangga mengontak. Kendati demikian, tidak mudah mengajak masyarakat sadar. Banyak dari calon pelanggannya menganggap biaya berlangganan mahal dan enggan membudidayakan magot karena jijik.

“Kami jelaskan pelan-pelan kalau ini kan usaha jasa dan sampah menjadi tanggung jawab masing-masing orang. Ada yang menerima ada yang belum dan itu wajar,” jelasnya.

#Solusi Murah#

Upaya Ima mengenalkan jasa Magi Farm semakin menuai hasil ketika berhasil menggandeng Hotel Grand Hyatt Bali (GHB) di Nusa Dua sebagai pelanggan. Dari sinilah kemudian satu persatu pelanggan bermunculan, dan percaya dengan Magi Farm hingga sekarang.

Saat ini, total sudah ada sebanyak 100 rumah tangga, dan 30 hotel serta restoran di Badung, Gianyar dan Kota Denpasar menjadi pelanggan. Rumah tangga dan usaha itu tersebar mulai dari Ubud, hingga Nusa Dua. Setiap hari, Magi Farm mampu mengolah sebanyak 300 kg sampah sisa makanan. Usaha rintisan ini juga sudah merekrut sebanyak 10 orang pegawai generasi milenial.

Kehadiran Magi Farm merupakan solusi minim biaya, serta tuntas. Enviromental Officer Company Grand Hyatt Bali Ahliana mengungkapkan magot terbukti cepat mengurai sampah sisa makanan. Setiap bulan, hotel bintang lima ini mampu mengurai 3 ton sampah sisa makanan. Proses itupun dilakukan di area hotel di atas lahan seluas 100 meter persegi.

“Tidak bau dan cepat, jadi benar-benar solusi,” jelasnya kepada Bisnis.

Selama ini GHB menghasilkan sebanyak 20 ton sampah sisa makanan per bulan. Sampah itu diswakelolakan dengan masyarakat lokal. Rencananya jumlah sampah yang diurai oleh magot akan ditingkatkan menjadi 5 ton per bulan. Ahliana menegaskan keberadaan Magi Farm tidak hanya menjadi solusi murah dan cepat.

BACA JUGA:   Hasil Liga Spanyol: Real Madrid Ditahan Imbang Las Palmas 1-1

Hotel mendapatkan benefit lainnya berupa keberpihakan terhadap lingkungan atau sustainability. Menurutnya, keberadaan magot di hotel membantu manajamen menyakinkan klien ternama dari berbagai negara yang membutuhkan aksi nyata dari manajemen hotel terkait keberpihakan lingkungan.

“Kesadaran lingkungan di kalangan pelanggan sangat besar. Kami baru saja mendapatkan request langkah apa yang sudah dilakukan terhadap lingkungan. Magot ini salah satu kuncinya,” jelasnya.

Kiprah GHB Bali menggunakan magot juga menular ke beberapa hotel lain di kawasan ITDC Nusa Dua. Inisiatif Ima ini telah membuatnya diganjar sebagai salah satu daftar penerima SATU Indonesia Awards Nasional 2023 untuk Provinsi Bali kategori Individu Lingkungan.

Meski demikian, Ima menyadari kiprah Magi Farm di Bali masih terbilang mini untuk ukuran Bali. Data Kementerian Lingkungan Hidup mengungkap, produksi sampah di Bali mencapai 3.368 ton per hari. Sumbernya, 60 persen dari rumah tangga, sisanya dari kantor, pasar sampai perusahaan. Komposisi sampah tersebut, 51 persen adalah sampah organik (sisa makanan, ranting dan kayu), sedangkan 49 persen sampah anorganik. 

Sejak lama, sampah tersebut hanya ditimbun di TPA Suwung. TPA ini terbesar di Bali dan jadi tujuan pembuangan bagi warga Kabupaten Badung, Tabanan, Gianyar, dan Kota Denpasar. Ratusan miliar dana APBN sudah digelontorkan pemerintah pusat mengatasi persoalan sampah di Bali.

Mulai dari penataan TPA Suwung sampai pembangunan tempat pemilahan sampah terpadu (TPST) di Kota Denpasar yang diresmikan oleh Presiden Jokowi. Hasilnya, sampai kini tidak jelas, bahkan TPS3R di Kota Denpasar urung berjalan. Masyarakat pun kini kewalahan karena banyak sampah tidak terangkut. Setiap hari ditaksir ada sekitar 756 ton sampah yang tidak tertangani. Isu sampah terus mengemuka di Bali dan menjadi perhatian utama pemerintah pusat hingga dunia, Hanya saja fokus penanganannya masih terbatas pada sampah plastik. 

Ima menuturkan, Magi Farm mengatakan sedang berencana memperluas cakupan usaha. Salah satunya dengan menyewa lahan seluas 4×100 meter persegi di daerah Denpasar Timur. Lahan itu nanti untuk menambah kapasitas budidaya magot. Harapannya agar semakin banyak sampah yang dapat diolah. Karena permintaan mulai banyak masuk ke usahanya.

“Terus terang, sekarang ini kami banyak menolak karena kapasitas masih terbatas. Makanya kalau lahan satunya jadi akan bisa menampung permintaan,” jelasnya.

Ima memiliki impian, Magi Farm dapat menjalin kerja sama dengan bumdes. Dengan begitu, ada hubungan symbiosis mutalisme dimana desa mendapatkan pendapatan, dan persoalan sampah rumah tangga teratasi. Selain itu, semakin banyak mitra terlibat sehingga pengiriman sampah ke TPA semakin berkurang.

Dia optimistis impian itu bisa tercapai. Meskipun belum tercapai, tetapi setidaknya mulai sekarang kesadaran memilah sampah dari rumah sudah mulai tersampaikan. Ini menurutnya sangat penting di era sekarang untuk mengatasi problematika sampah di Bali.




Source link

BERITA TERKAIT

BERITA POPULER